April 3, 2015

Ketika Masa Lalu Kembali Tergambar
Di jum’at pagi ini, saya terinspirasi sebuah pengajaran dari pengalaman yang sangat berharga, yakni tentang ketika masa lalu kembali tergambar oleh seorang manusia. Entah ini tergolong puisi atau apa, sebuah goresan tinta (ketikan tangan) yang berhasil ku catatkan bisa dilihat dibawah:

Aku hidup diantara tiga dunia. Dulu, sekarang, dan nanti.
Aku pernah hidup dalam dunia yang kusebut “dulu”
Kini aku hidup dalam dunia yang kusebut “sekarang”
Dan kelak aku akan hidup dalam dunia yang kusebut “nanti”.

Aku punya catatan sejarah langkah kaki dalam hidup yang “dulu”
Sebuah catatan yang membuatku kini lebih banyak belajar.
Kehidupan yang membuatku kini semakin berpengalaman.
Pengandaian yang terkadang kurindukan.

Aku hidup dalam dunia “sekarang”
Sebuah dunia yang menggambarkan siapa aku sekarang.
Semua hal yang sedang kulakukan adalah sebuah perjuangan.
Hal yang terkadang membuatku dalam waktu dekat jatuh dan terbangun.

Aku juga memiliki berjuta impian, harapan, keinginan yang tentu saja tidak bisa kulakukan sekarang.
Ada penghalang yang menjadikanku terpisah dengannya.
Hal tersebut adalah waktu yang selalu saja kehadirannya menjadi misteri.
Dan itulah yang membuatku lebih termotivasi.

Dulu, hidupku adalah suatu hal yang membingungkan.
Terkadang bisa membuatku tersenyum bahagia, tertawa gembira.

Saat itu aku tertawa lepas.
Saat itu aku berjalan bebas.
Saat itu aku belajar dengan luas.
Aku selalu merindukan hal tersebut bisa kembali terjadi sekarang.
Selalu kubayangkan senyum dulu bisa terjadi sekarang.
Setiap waktu aku ingin melihat sosok diriku dibandingkan sekarang.

Namun aku lupa, sekarang adalah siapa diriku sebenarnya.
Masa lalu tetaplah masa lalu.
Waktu takkan pernah bisa berputar karena kita bukan yang mengatur sejarah.
Walau satu detik saja, ia takkan pernah kembali.
Dan sekarang adalah waktunya ku berubah.
Sekarang adalah waktunya ku berpindah.
Sekarang saatnya aku mengganti arah.

Aku hidup bukan untuk masa lalu.
Kini aku hidup untuk masa depan.
Segala hal yang kulakukan saat ini, untuk sebuah masa depan.
Masa dimana cita-cita pun tercatatkan.
Waktu dimana harapan pun tergambarkan.
Keadaan dimana banyak hal yang kuimpikan.

Maafkan aku yang sering terpeleset dalam masa lalu. Aku salah.
Maafkan aku yang terlalu berharap ia kan kembali datang.
Maafkan aku yang terkadang lupa berjuang.
Maafkan aku yang tertarik menoleh kebelakang.
Maafkan aku yang selalu membuatnya seolah-olah penghalang.
Maafkan aku yang menjadikannya tak berimbang.
Disanalah aku belajar ikhlas.

Itulah tulisan saya tentang ketika masa lalu kembali tergambar. Semoga bermanfaat. Terimakasih sudah berkunjung. Have a nice Friday... :)

March 14, 2015

Masih Belajar dan Akan Terus Belajar
Kali ini ana ingin sedikit bercerita tentang sebuah ungkapan yang sangat memotivasi ana selama masa sekolah bahkan sampai saat ini, kalimat itu adalah "Masih Belajar dan akan terus Belajar". Ana tidak akan membahas tentang mengapa bisa menyukai kalimat tersebut, karena panjang sekali, dan butuh waktu khusus. Hehe... Lebay. Ana ingin bercerita tentang realita kalimat tersebut dengan yang ana alami saat ini.

Tidak ada hal yang lebih menyenangkan untuk dibahas saat ini - saat muda, saat remaja - selain membahas "cinta" betul? Yaa walau banyak yang tak menyangka ana masih 23an (boros wajah katanya), namun nyatanya ana masih tertarik untuk membahasnya.

Ana akan mempersempit pembahasan langsung kepada manusia. Kepada lawan jenisnya. Namun perlu diperhatikan, bahwa ini hanya hal kecil dari banyaknya kepentingan dalam hidup ana sebagai manusia.

Ana pernah membaca sebuah pesan dari meme yang cukup menggugah hati. Ceritanya gini: "wanita itu ingin dimengerti dengan cara yang sulit dimengerti". Satu lagi: "Kamu adalah apa yang aku tulis dan aku adalah apa yang tak pernah kau baca". Pernah denger? Mungkin. Menarik ya? Hehe...

Dari beberapa kasus yang saya alami sendiri, memang wanita iti mahluk kompleks, penuh tanya dan perlu bekerja keras untuk mendapat perhatiannya. Namun bila kita sudah mendapat simpati darinya, mereka akan memberikan segalanya kepada kita, bahkan harga dirinya. Ya. Harga dirinya.

Maka dari itu, wanita pintar dan beragama menerapkan proteksi/pelindung untuk menjaga harkat dan martabatnya agar tidak terjerumus dalam permainan cinta. Ya, cinta itu ibarat permainan. Kita harus tahu cara memainkannya agar kita menikmatinya. Kita bisa terus mengulanginya, sebanyak dan sesering kita mau.

Wanita punya beribu cara "aneh" untuk membuat mereka mahal dan patut diperjuangkan. Ana sebagai pria terkadang kebingungan bila menghadapi wanita demikian. Tapi sebagai seorang pria, semakin "aneh" wanita bertindak, maka semakin tertantang untuk mendapatkannya. Beneran. Ini yang ana rasakan sebagai pria.

Kalo tadi ana bilang: "namun bila kita sudah mendapat simpati darinya (wanita), mereka akan memberikan segalanya". Dan kalau pria sudah cinta pada wanita, seaneh apapun sikapnya, maka ia takkan meminta hal yang belum saatnya ia miliki, sampai wanita mengijinkannya.
Tadi sempet ana singgung tentang harga diri kan? Nah, wanita kalo udah cinta bisa memberikan segalanya. Tapi pria kalo udah cinta, takkan minta yang aneh-aneh yang belum waktunya. Cukup adil bukan?

Kadang ana sendiri sering menuntut wanita akan sesuatu untuk dilakukan, bahkan akan yang belum saatnya dipinta. Disana ana kadang berfikir, "cintakah ana padanya? Disaat hal rahasia itu belum waktunya, masih pantaskah ana disampingnya?" Pertanyaan yang terkesan "alay" memang, tapi itulah faktanya.

Saat ana ingin quick response darinya, ternyata ada saja hal yang mengganjal dan membuat jadi slow response.
Saat ana ingin informasi lebih, kutanyakan banyak hal sehingga (mungkin) dia kebingungan menjawabnya.
Saat ana butuh bersamanya (di dunia virtual), namun waktu yang tidak tepat dan Allah belum mengizinkan kita saling berkomunikasi.
Saat ana banyak membuka akun-akun sosialnya, berharap ada sesuatu yang bisa buat hatiku tenang dan jari ini mengetikkan komentar, namun belum ada.
Saat ana butuh balasan "kehangatan" dan terkadang ia balas dengan ketidakjelasan.

Semua pengalaman itu terjadi bukan karena kesalahan keadaan. Tapi itu murni kesalahan pengertian. Mungkin ia sedang bekerja sehingga tak membalas dengan segera chat ana.

Dia sering kebingungan dengan banyaknya pertanyaan yang ana ajukan. Kita saja kalo diberi pertanyaan beruntun - walau gampang - tetep bingung mau jawab apa. Ya kan? Hehe...
Saat ana memiliki passion "socialite" sedangkan dia tidak (atau mungkin belum). Itulah yang menjadikan ana memiliki banyak akun sosial dibandingkan dia. Makanya dumay itu adalah kehidupan kedua bagiku. Berbeda dengan dia, yang masih meraba dan belum mengetahui manfaat dan madhorotnya.

Daaaaannn banyak lagi hal yang ternyata hanyalah sebuah kesalahpengertianan ana padanya.
Teruntuk dia, #MyFebruary, ana minta maaf untuk keegoisannya. Disitulah makna Masih Belajar dan akan terus Belajar tercipta dan termakna. Semoga mengeti. Hehe...

Dan buat ana pribadi, semoga tulisan ini bisa lebih meningkatkan positifitas dalam berfikir. Tak main cepet memutuskan tanpa berfikir panjang. Yaa... Masih Belajar dan akan terus Belajar.

Makanya, terkadang saya selalu inget dua istilah itu, "wanita itu ingin dimengerti dengan cara yang sulit dimengerti". Satu lagi: "Kamu adalah apa yang aku tulis dan aku adalah apa yang tak pernah kau baca" itu karena kekhilafan ana akan keadaan yang sudah tercipta ini. Mmm....

Bagaimanapun juga, terimakasih karena masih berada disampingku walau banyak alasan untukmu meninggalkanku.


Sekian tulisan sederhana tentang masih belajar dan akan terus belajar ini. Sebuah coretan #TintaMerah teruntuk pemilik #TintaBiru yang sedang menunggu disana. Have a nice day and see you here.

March 7, 2015

Ada apa dengan kita
Ada apa dengan kita? Disaat mendapat keindahan, kita lupa akan Pemberi keindahan.
Ada apa dengan kita? Disaat dekat dengan kebaikan, kita tak tahu dari siapa kebaikan.
Ada apa dengan kita? Disaat semua tertawa, kita bahkan lupa Pemberi tawa.

Ada apa dengan kita? Disaat mendapat musibah, kita selalu mendekatkan diri dengan seolah terpaksa.
Ada apa dengan kita? Disaat cobaan menerpa, kita selalu berusaha mengingat sang Pemberi cobaan bermula.
Ada apa dengan kita? Disaat kawanan tak disamping, kita malah berlari menjauhinya seolah mereka meninggalkan.

Jangan hanya menyalahkan mereka, tapi salahkan diri kita.
Jangan hanya mengurungkan niat mulia, tapi kita tak tahu bagaimana caranya.
Jangan hanya so’ so’an kamu kuat, padahal kamu rapuh hatinya.
Jangan hanya manis dalam hari-harinya, padahal kamu sendiri tahu bahwa pahit yang sedang dirasa.

Asap mengepul tentulah ada api didalamnya.
Masalah timbul tentulah ada akar padanya.
Berdo’alah secara maqbul agar kau tahu jalan keluarnya.

Allah takkan memberi ujian melebihi batas kemampuan kita kok.
Tapi kenapa kita seolah merendahkan kemampuan yang diberikan Allah?
Kenapa kita malah meremehkan hasil karya cipta Allah?

Kita bukanlah kita bila tak tahu siapa kita.
Allah bukanlah Tuhan bila kalian tak tahu siapa Tuhan sebenarnya.
Manusia cenderung akan me-nomorsatukan sesuatu/seseorang.
Entah itu benda mati, benda hidup, benda ghaib.
Tinggal hati dan pikiran kita saja yang bertindak kemana.
Apakah akan memperhatikan hal yang mati? Benda hidup? Atau benda ghaib padahal hidup?
Itu tergantung kita.

Kita mungkin tak tahu bagaimana Adam a.s. yang sekuat tenaga berjuang hidup kala belum ada apa-apa di dunia.Kita mungkin lupa bagaimana Daud a.s. didera penyakit yang tiada henti mendera.Kita mungkin tak ingat bagaimana Ibrahim a.s. begitu berani melawan penduduk dan raja.Kita mungkin tak pernah membaca bagaimana Isa a.s. difitnah kaum tak bertanggung jawab bahwa beliau disalib.Kita juga mungkin sedikit tahu tentang bagaimana Muhammad S.A.W. menjadi suri tauladan seluruh manusia sepanjang zaman.

Apakah kesemuanya dilakukan dengan cara mudah?
Apakah mereka bisa bersenang-senang seperti kita saat ini?
Apakah para Nabi itu dianggap remeh oleh pendukungnya?
Apakah utusan terbaik Allah itu tak gentar ketika diberikan ujian?

TIDAK. Mereka manusia biasa. Ya. Manusia biasa.
Mereka makan, tidur, bisa berolahraga, sering menangis, bisa berdo’a, bisa mengeluh, mudah tertawa, tak takut akan jalan kebenaran. Itulah manusia.
Manusia diberikan pilihan oleh Allah seluas-luasnya untuk memilih jalan hidup.
Jalan kanan? Tentu akan mendapat kebahagiaan di akhirat kelak.
Jalan kiri? Tentu akan merasakan kesenangan di dunia saja.
Bila saja para Nabi tersebut mengikuti hawa nafsunya, tentulah kita takkan bisa senikmat ini beribadah.
Bila saja para Nabi takabur akan nikmat Tuhan-Nya, tentulah kita masih berada pada zaman kegelapan.
Zaman dimana kemaksiatan merajalela dibandingkan saat ini.
Bila saja para Nabi lupa akan karunia Allah, tentulah mereka takkan (lagi) menjadi suri tauladan Muslim sedunia.

Subhanalloh. Sungguh mulia mereka. Para Nabi yang Allah kirimkan ke muka bumi ini.
Apakah kita tak mau seperti mereka?
Memang terasa mustahil untuk bisa mencapai 100% menyamainya.
Tapi setidaknya kita harus berusaha untuk mendekati rekor pencapaiannya.
Banyak ibroh yang bisa kita petik dari mereka.

Maka dari itu, janganlah kita berputus asa dengan ujian ringan ini. Ya, ujian ringan.
Kita anggap semua ujian ini ringan.
Karena kalau kita menganggap semua ujian berat, kita akan terus terbebani dan tidak santai dalam menyelesaikannya.

Ingatlah pula, pelaut ulung takkan lahir dari ombak damai.
Mereka lahir dan dibesarkan dari deburan badai yang bertubi-tubi mendera.
Jalan menuju puncak gunung itu menukik tajam, berkerikil batu, berhembus debu.
Dan kita akan lupa semua itu bila kaki sudah memijaki puncak tertinggi bumi.
Ada apa dengan kita? Tidakkah kita tertarik melakukannya?
Wallohu a’lam.

January 15, 2015

Para Perampok Professional
Kali ini kita akan membahas tentang para perampok professional sewaktu perampokan di Guangzhou, China.

Diceritakan "Jangan Bergerak. Uang ini Milik Negara, Hidupmu milikmu." Semua orang di bank menunduk dengan tenang.
perampok bank berteriak kesemua orang di bank:

Ini yang disebut "Konsep Merubah Pikiran" Merubah cara berpikir yang konvensional.

Ketika seorang wanita berbaring di meja secara profokatif, perampok berteriak padanya "Beradablah, Ini perampokan, bukan pemerkosaan!"

Ini yang disebut "Professional" fokus hanya kepada apa yang kamu latih

Ketika Perampok kembali kerumah, perampok yang lebih muda (lulusan s2) berkata kepada perampok yang tua (lulusan sd): "Bang, ayo kita hitung berapa yang kita dapat." Perampok yang lebih tua bilang "Bego banget lo. Duitnya banyak gitu lama pasti ngitungnya. Malem ini lihat aja di TV bakal bilang berapa yang kita rampok dari bank!"

Ini yang disebut "Pengalaman." Sekarang pengalaman lebih penting dari gelar!

Setelah perampok pergi, manajer bank bilang pada supervisor bank untuk menelpon polisi secepatnya. Tetapi supervisor berkata: "Tunggu! Ayo kita ambil $10juta dollar dari bank untuk kita dan tambahkan ke $70juta dollar yang sudah diambil dari bank".

Ini yang disebut "Sambil Berenang Minum Air." Merubah keadaan tak baik menjadi keuntungan anda!

Supervisor berkata: "Akan sangat bagus bila ada perampokan setiap bulan."

Ini yang disebut "Membunuh Kebosanan" Kebahagiaan personal lebih penting dari pekerjaan anda.

Keesokan harinya, Berita TV melaporkan bahwa $100juta telah dicuri dari bank. Perampok menghitung dan menghitung, tetapi mereka hanya dapat $20juta dollar. Perampok sangat marah dan komplain "Kita meresikokan hidup kita dan hanya dapat $20juta dollar. Pekerja Bank mengambil $80juta dollar dengan santai. Sepertinya mendingan menjadi teredukasi daripada perampok!"

Ini yang disebut "Pengetahuan bernilai lebih banyak dari emas" 

Manajer bank tersenyum dan bahagia karena kekalahan di main saham dapat di bayarkan oleh perampokan yang terjadi.

Ini yang disebut "Mengambil kesempatan." Berani mengambil resiko!

Jadi siapakah pencuri Sejati dan lebih professional disini?

Sumber : spotlite (Trans 7)

September 11, 2014

Yang Terlupakan Dari Sosok Ayah
Setelah banyak tulisan tentang orangtua, lebih khusus ke ibu. Kali saya muat tulisan mengenai hal yang terlupakan dari sosok ayah. Biasanya, bagi seorang anak yang sudah dewasa, baik yang sedang bekerja diperantauan, yang sedang bersekolah atau kuliah jauh dari kedua orang tuanya, akan sering merasa kangen sekali dengan ibunya. Lalu bagaimana dengan ayah?

Mungkin karena Ibu lebih sering menelepon untuk menanyakan keadaanmu setiap hari, tapi tahukah kamu, jika ternyata Ayah-lah yang mengingatkan Ibu untuk menelponmu?

Mungkin dulu sewaktu kamu kecil, Ibu-lah yang lebih sering mengajakmu bercerita atau berdongeng, tapi tahukah kamu, bahwa sepulang Ayah bekerja dan dengan wajah lelah Ayah selalu menanyakan pada Ibu tentang kabarmu dan apa yang kau lakukan seharian?

Pada saat dirimu masih seorang anak kecil, ayah biasanya mengajari putra kecilnya naik sepeda. Dan setelah Ayah mengganggapmu bisa, Ayah akan melepaskan roda bantu di sepedamu. Kemudian Ibu bilang: “Jangan dulu Ayah, jangan dilepas dulu roda bantunya“, Ibu takut putri manisnya terjatuh lalu terluka.

Tapi sadarkah kamu? Bahwa Ayah dengan yakin akan membiarkanmu, menatapmu, dan menjagamu mengayuh sepeda dengan seksama karena dia tahu putri kecilnya PASTI BISA.

Pada saat kamu menangis merengek meminta mainan baru, Ibu menatapmu iba. Tetapi Ayah akan mengatakan dengan tegas: “Boleh, kita beli nanti, tapi tidak sekarang.” Tahukah kamu, Ayah melakukan itu karena Ayah tidak ingin kamu menjadi anak yang manja dengan semua tuntutan yang selalu dapat dipenuhi.

Saat kamu sakit pilek, Ayah yang terlalu khawatir sampai kadang sedikit membentak dengan berkata: “Sudah di bilang! kamu jangan minum air dingin!“. Berbeda dengan Ibu yang memperhatikan dan menasihatimu dengan lembut. Ketahuilah, saat itu Ayah benar-benar mengkhawatirkan keadaanmu.

Ketika kamu sudah beranjak remaja, kamu mulai menuntut pada Ayah untuk dapat izin keluar malam, dan Ayah bersikap tegas dan mengatakan: “Tidak boleh!” Tahukah kamu, bahwa Ayah melakukan itu untuk menjagamu? Karena bagi Ayah, kamu adalah sesuatu yang sangat – sangat luar biasa berharga.

Setelah itu kamu marah pada Ayah, dan masuk ke kamar sambil membanting pintu. Dan yang datang mengetok pintu dan membujukmu agar tidak marah adalah Ibu. Tahukah kamu, bahwa saat itu Ayah memejamkan matanya dan menahan gejolak dalam batinnya, Bahwa Ayah sangat ingin mengikuti keinginanmu, Tapi lagi-lagi dia HARUS menjagamu!

Ketika anak perempuannya mulai sering ditelpon lelaki, atau bahkan datang ke rumah untuk menemuimu, Ayah akan memasang wajah paling cool sedunia. Ayah sesekali menguping atau mengintip saat kamu sedang ngobrol berdua di ruang tamu. Sadarkah kamu, kalau hati Ayah merasa cemburu?

Saat kamu mulai lebih dipercaya, dan Ayah melonggarkan sedikit peraturan untuk keluar rumah untukmu, kamu akan memaksa untuk melanggar jam malamnya. Maka yang dilakukan Ayah adalah duduk di ruang tamu, dan menunggumu pulang dengan hati yang sangat khawatir.

Dan setelah perasaan khawatir itu berlarut – larut… Ketika melihat putri kecilnya pulang larut malam hati Ayah akan mengeras dan Ayah memarahimu. Sadarkah kamu, bahwa ini karena hal yang di sangat ditakuti Ayah akan segera datang?

“Bahwa anak kecilnya akan segera pergi meninggalkan Ayah”

Setelah lulus SMA, Ayah akan sedikit memaksamu untuk menjadi seorang Dokter atau Insinyur atau apapun itu. Ketahuilah, bahwa seluruh paksaan yang dilakukan Ayah itu semata – mata hanya karena memikirkan masa depanmu nanti. Tapi toh Ayah tetap tersenyum dan mendukungmu saat pilihanmu tidak sesuai dengan keinginan Ayah.

Ketika kamu menjadi gadis dewasa. Dan kamu harus pergi kuliah dikota lain. Ayah harus melepasmu di bandara. Tahukah kamu bahwa badan Ayah terasa kaku untuk memelukmu? Ayah hanya tersenyum sambil memberi nasehat ini – itu, dan menyuruhmu untuk berhati-hati. Padahal Ayah ingin sekali menangis seperti Ibu dan memelukmu erat-erat.

Tapi yang Ayah lakukan hanya menghapus sedikit air mata di sudut matanya, dan menepuk pundakmu berkata “Jaga dirimu baik-baik ya sayang“. Ayah melakukan itu semua agar kamu KUAT. Kuat untuk pergi dan menjadi dewasa.

Disaat kamu butuh uang untuk membiayai uang semester dan kehidupanmu, orang pertama yang mengerutkan kening adalah Ayah. Ayah pasti berusaha keras mencari jalan agar anaknya bisa merasa sama dengan teman-temannya yang lain.

Ketika permintaanmu bukan lagi sekedar meminta boneka baru, dan Ayah tahu ia tidak bisa memberikan yang kamu inginkan… Kata-kata yang keluar dari mulut Ayah adalah: “Tidak…. Tidak bisa!” Padahal dalam batin Ayah, Ia sangat ingin mengatakan “Iya sayang, nanti Ayah belikan untukmu“. Tahukah kamu bahwa pada saat itu Ayah merasa gagal membuat anaknya tersenyum?

Saatnya kamu diwisuda sebagai seorang sarjana.
Ayah adalah orang pertama yang berdiri dan memberi tepuk tangan untukmu. Ayah akan tersenyum dengan bangga dan puas melihat “anak kecilnya yang tidak manja berhasil tumbuh dewasa, dan telah menjadi seseorang”

Untuk anak wanita, sampai saat seorang teman Lelakimu datang ke rumah dan meminta izin pada Ayah untuk mengambilmu darinya. Ayah akan sangat berhati-hati memberikan izin. Karena Ayah tahu. Bahwa lelaki itulah yang akan menggantikan posisinya nanti.

Dan akhirnya. Saat Ayah melihatmu duduk di Panggung Pelaminan bersama seseorang Lelaki yang di anggapnya pantas menggantikannya, Ayah pun tersenyum bahagia.

Apakah kamu mengetahui, di hari yang bahagia itu Ayah pergi kebelakang panggung sebentar, dan menangis? Ayah menangis karena ayah sangat berbahagia, kemudian Ayah berdoa.

Dalam lirih doanya kepada Tuhan, Ayah berkata:
“Ya Allah tugasku telah selesai dengan baik. Putri kecilku yang lucu dan kucintai telah menjadi wanita yang cantik. Bahagiakanlah ia bersama suaminya”.

Setelah itu Ayah hanya bisa menunggu kedatanganmu bersama cucu-cucunya yang sesekali datang untuk menjenguk. Dengan rambut yang telah dan semakin memutih. Dan badan serta lengan yang tak lagi kuat untuk menjagamu dari bahaya.

Ayah telah menyelesaikan tugasnya.
Ayah, Ayah, Bapak, atau Abah kita adalah sosok yang harus selalu terlihat kuat. Bahkan ketika dia tidak kuat untuk tidak menangis. Dia harus terlihat tegas bahkan saat dia ingin memanjakanmu.

Dan dia adalah yang orang pertama yang selalu yakin bahwa “KAMU BISA” dalam segala hal.

July 11, 2014

Segi-Segi Kehidupan K.H. E. Abdurrahman edisi 3 (tamat)
Salah satu karya K.H. E. Abdurrahman
Disarankan membaca artikel edisi sebelumnya disini, K.H. E. Abdurrahman edisi 1 dan K.H. E. Abdurrahman edisi 2.

Permasalahan intern organisasi pun dihadapi pada masa kepemimpinan K.H.E. Abdurrahman ini, terutama setelah terjadinya G.30 S/PKI, karena adanya anggota-anggota yang diragukan itikad baiknya dalam organisasi Persis. Pengawasan ketat dilakukan karena Persis selain menghendaki dan mengutamakan kualitas pelaksanaan pengamalan ajaran agama yang berdasarkan ajaran Alquran dan Sunnah, juga menghendaki mengutamakan kualitas pelaksanaan disiplin organisasi yang berdasarkan Qanun Asasi, Qanun Dakhili, peraturan-peraturan, Tausyiah, dan seperangkat tata kerja yang berlaku dalam organisasi. Adapun kuantitas, tidak berarti diabaikan, melainkan sangat dikhawatirkan manakala jumlah yang banyak itu hanya menambah beban dan merupakan buih saja, tidak akan memberi manfaat sebagaimana yang diharapkan, bahkan sebaliknya akan mendatangkan madarat bagi keutuhan tegaknya jam'iyyah.

Pengawasan yang ketat inilah yang menjadi ciri dari masa kepemimpinan K.H.E. Abdurrahman, hal ini dilatarbelakangi oleh adanya pemalsuan nama organisasi Persis untuk keuntungan pribadi yang mengatasnamakan organisasi. Selain itu putusnya hubungan antara Pusat Pimpinan Persis dengan cabang-cabang Persis yang ada di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi ini pun diakibatkan adanya peristiwa G. 30 S/PKI. Sebagai perbandingan, tahun 1964 terdapat 63 cabang dengan jumlah anggota 7.173, sedangkan pada 1967 turun menjadi 56 cabang dengan jumlah 4.455 anggota. (Lihat arsip Muktamar/muakhot Persis tanggal 16-18 Januari 1981, hal. 9). Hal ini menunjukan penurunan jumlah anggota Persis jika dibandingkan dengan jumlah cabang dan anggota pada tahun 1964 yang mempunyai jumlah cabang dengan hanya 56 cabang dan 4.455 orang anggota, dan pada tahun 1980 terdapat 81 cabang dengan jumlah anggota hanya 3.717 orang. Ini merupakan perbedaan yang mencolok antara jumlah cabang dan banyaknya anggota.

Dalam hal ini dapat difahami, karena yang menjadi dasar dari K.H.E. Abdurrahman sebagai Ketua Umum PP. Persis tentang keanggotaan Persis dijelaskan dalam khutbah Iftitah pada Muakhot Persis tanggal 16 Januari 1981, beliau menyatakan:

" ….Bila lahir pertanyaan, kenapa Persatuan Islam ini tidak ada kemajuan, hanya berputar-putar di sana; maka jawabnya, begitulah Persatuan Islam, yang senantiasa thawaf, berputar dalam lingkaran mardlatillah!
Meskipun anggota Persatuan ini anggotanya bisa dihitung dengan jari, tetapi pengaruhnya cukup besar; banyak ajaran Persatuan Islam yang sekarang dilakukan oleh mereka yang tidak akan mengaku bila dikatakan orang Persatuan Islam.

"…Maka terimalah segala apa yang telah kita rasakan, janganlah terlalu berangan lebih jauh; tetapi yang pokok bagi kita adalah meningkatkan kerja, untuk membina hari esok yang lebih baik, yakni hari esok di akherat. Sedangkan dari pembinaan hari esok untuk akhirat itulah akan tercipta pula hari esok dunia yang lebih cerah; perhatikan waktu yang tengah kita alami ini, sebab hari esok kita sangat tergantung dengan amal kita pada hari ini.

"….Maa'amilat aidihim liyakulu min tsamarihi", kita umat manusia hanya menanam, hanya Allah yang akan menumbuhkannya, dan kita akan memakan buahnya; hanya Allah yang akan menumbuhkannya, seperti diutusnya para rasul dan nabi, yang hanya menanamkan badratul iman, tetapi karena tumbuh disiram, maka wujudlah Abu Bakar, Umar, dan Utsman, wujudlah Khalid bin Walid.

Karena itu, janganlah mengharapkan pekerjaan yang bukan garapan kita, membangun sekolah ini tidak cukup dengan tukang kayu, tetapi diperlukan tukang tembok; mereka menjadi saling pelengkap untuk menumbuhkan suatu bangunan, menciptakan suatu rumah, suatu sekolah, atau suatu bangunan megah.

Negara kita lengkapilah dengan suatu yang dibutuhkan, rakyat Indonesia di masa yang akan datang apa agamanya, tergantung dengan perjuangan apa kita sekarang; janganlah mengerjakan sesuatu yang bukan pekerjaan kita, keahlian kita, kita tidak mau untuk melakukan sesuatu yang bukan garapan kita!.

Semua itu jangan menyedihkan kita, menyusahkan kita, zaman sekarang perlu juga mubaligh, da'i, agar agama senantiasa berjalan sesuai dengan jalurnya!

Betul kita sedikit, tetapi pengaruh kita cukup kuat, hampir seluruh Indonesia terpengaruh dengan faham kita, meskipun mereka tidak mau dikatakan Persatuan Islam!

Kalau dahulu ditakdirkan Persatuan Islam tidak ada, wajah umat Islam di Indonesia tidak akan seperti ini; kalau kebiasaan khutbah Jumat tetap berbahasa Arab, tidak diubah, bagaimana keadaan umat Islam sekarang ini?

Kita tidak perlu menepuk dada, bukan maksud kita menepuk dada, tetapi kita menerangkan suatu kenyataan, seperti diterangkan dalam suatu ensiklopedi, bahwa Persatuan Islam itu adalah; "Jam'iyyatul Ittihad Islamy Mu'adadatun Shagiratun Kabirun Nufus". Artinya Persatuan Islam adalah yang tergolong kecil, tetapi memiliki pengaruh yang besar.

Kita harus sabar dan ikhlas dalam berjuang, sebab Rasulullah juga tidak langsung berhasil dalam perjuangannya, memerlukan waktu yang panjang!

Jika melihat aktivitas organisasi di masa kepemimpinan K.H.E. Abdurrahman sejak tahun 1962 hingga 1983, menunjukan kecenderungan pada kegiatan-kegiatan sekitar tabligh dan pendidikan dari tingkat pusat hingga ke tingkat cabang. Hal ini tidak lepas dari langkah dan kebijakan yang diambil oleh K.H.E. Abdurrahman, sebab menurut Muhammad Natsir (Fauzi Nur Wahid, 1988:67) K.H.E. Abdurrahman lebih banyak mewarnai arah dan perjuangan Persis dengan tabligh-tabligh dan pengembangan lembaga-lembaga pendidikan (pesantren), sehingga Persis sebagai organisasi massa tidak memperlihatkan langkah perjuangan ke arah politik. K.H.E. Abdurrahman dalam memimpin organisasi Persis lebih memprioritaskan pada "organisasi agama"; sebab ia mengambil pola kepemimpinan ulama, bukan political leaders. Tamat.

Klik disini untuk mengetahui profil penulis Dadan Wildan Anas, M.Hum