Salah satu karya K.H. E. Abdurrahman |
Permasalahan intern organisasi pun dihadapi pada masa kepemimpinan K.H.E. Abdurrahman ini, terutama setelah terjadinya G.30 S/PKI, karena adanya anggota-anggota yang diragukan itikad baiknya dalam organisasi Persis. Pengawasan ketat dilakukan karena Persis selain menghendaki dan mengutamakan kualitas pelaksanaan pengamalan ajaran agama yang berdasarkan ajaran Alquran dan Sunnah, juga menghendaki mengutamakan kualitas pelaksanaan disiplin organisasi yang berdasarkan Qanun Asasi, Qanun Dakhili, peraturan-peraturan, Tausyiah, dan seperangkat tata kerja yang berlaku dalam organisasi. Adapun kuantitas, tidak berarti diabaikan, melainkan sangat dikhawatirkan manakala jumlah yang banyak itu hanya menambah beban dan merupakan buih saja, tidak akan memberi manfaat sebagaimana yang diharapkan, bahkan sebaliknya akan mendatangkan madarat bagi keutuhan tegaknya jam'iyyah.
Pengawasan yang ketat inilah yang menjadi ciri dari masa kepemimpinan K.H.E. Abdurrahman, hal ini dilatarbelakangi oleh adanya pemalsuan nama organisasi Persis untuk keuntungan pribadi yang mengatasnamakan organisasi. Selain itu putusnya hubungan antara Pusat Pimpinan Persis dengan cabang-cabang Persis yang ada di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi ini pun diakibatkan adanya peristiwa G. 30 S/PKI. Sebagai perbandingan, tahun 1964 terdapat 63 cabang dengan jumlah anggota 7.173, sedangkan pada 1967 turun menjadi 56 cabang dengan jumlah 4.455 anggota. (Lihat arsip Muktamar/muakhot Persis tanggal 16-18 Januari 1981, hal. 9). Hal ini menunjukan penurunan jumlah anggota Persis jika dibandingkan dengan jumlah cabang dan anggota pada tahun 1964 yang mempunyai jumlah cabang dengan hanya 56 cabang dan 4.455 orang anggota, dan pada tahun 1980 terdapat 81 cabang dengan jumlah anggota hanya 3.717 orang. Ini merupakan perbedaan yang mencolok antara jumlah cabang dan banyaknya anggota.
Dalam hal ini dapat difahami, karena yang menjadi dasar dari K.H.E. Abdurrahman sebagai Ketua Umum PP. Persis tentang keanggotaan Persis dijelaskan dalam khutbah Iftitah pada Muakhot Persis tanggal 16 Januari 1981, beliau menyatakan:
" ….Bila lahir pertanyaan, kenapa Persatuan Islam ini tidak ada kemajuan, hanya berputar-putar di sana; maka jawabnya, begitulah Persatuan Islam, yang senantiasa thawaf, berputar dalam lingkaran mardlatillah!
Meskipun anggota Persatuan ini anggotanya bisa dihitung dengan jari, tetapi pengaruhnya cukup besar; banyak ajaran Persatuan Islam yang sekarang dilakukan oleh mereka yang tidak akan mengaku bila dikatakan orang Persatuan Islam.
"…Maka terimalah segala apa yang telah kita rasakan, janganlah terlalu berangan lebih jauh; tetapi yang pokok bagi kita adalah meningkatkan kerja, untuk membina hari esok yang lebih baik, yakni hari esok di akherat. Sedangkan dari pembinaan hari esok untuk akhirat itulah akan tercipta pula hari esok dunia yang lebih cerah; perhatikan waktu yang tengah kita alami ini, sebab hari esok kita sangat tergantung dengan amal kita pada hari ini.
"….Maa'amilat aidihim liyakulu min tsamarihi", kita umat manusia hanya menanam, hanya Allah yang akan menumbuhkannya, dan kita akan memakan buahnya; hanya Allah yang akan menumbuhkannya, seperti diutusnya para rasul dan nabi, yang hanya menanamkan badratul iman, tetapi karena tumbuh disiram, maka wujudlah Abu Bakar, Umar, dan Utsman, wujudlah Khalid bin Walid.
Karena itu, janganlah mengharapkan pekerjaan yang bukan garapan kita, membangun sekolah ini tidak cukup dengan tukang kayu, tetapi diperlukan tukang tembok; mereka menjadi saling pelengkap untuk menumbuhkan suatu bangunan, menciptakan suatu rumah, suatu sekolah, atau suatu bangunan megah.
Negara kita lengkapilah dengan suatu yang dibutuhkan, rakyat Indonesia di masa yang akan datang apa agamanya, tergantung dengan perjuangan apa kita sekarang; janganlah mengerjakan sesuatu yang bukan pekerjaan kita, keahlian kita, kita tidak mau untuk melakukan sesuatu yang bukan garapan kita!.
Semua itu jangan menyedihkan kita, menyusahkan kita, zaman sekarang perlu juga mubaligh, da'i, agar agama senantiasa berjalan sesuai dengan jalurnya!
Betul kita sedikit, tetapi pengaruh kita cukup kuat, hampir seluruh Indonesia terpengaruh dengan faham kita, meskipun mereka tidak mau dikatakan Persatuan Islam!
Kalau dahulu ditakdirkan Persatuan Islam tidak ada, wajah umat Islam di Indonesia tidak akan seperti ini; kalau kebiasaan khutbah Jumat tetap berbahasa Arab, tidak diubah, bagaimana keadaan umat Islam sekarang ini?
Kita tidak perlu menepuk dada, bukan maksud kita menepuk dada, tetapi kita menerangkan suatu kenyataan, seperti diterangkan dalam suatu ensiklopedi, bahwa Persatuan Islam itu adalah; "Jam'iyyatul Ittihad Islamy Mu'adadatun Shagiratun Kabirun Nufus". Artinya Persatuan Islam adalah yang tergolong kecil, tetapi memiliki pengaruh yang besar.
Kita harus sabar dan ikhlas dalam berjuang, sebab Rasulullah juga tidak langsung berhasil dalam perjuangannya, memerlukan waktu yang panjang!
Jika melihat aktivitas organisasi di masa kepemimpinan K.H.E. Abdurrahman sejak tahun 1962 hingga 1983, menunjukan kecenderungan pada kegiatan-kegiatan sekitar tabligh dan pendidikan dari tingkat pusat hingga ke tingkat cabang. Hal ini tidak lepas dari langkah dan kebijakan yang diambil oleh K.H.E. Abdurrahman, sebab menurut Muhammad Natsir (Fauzi Nur Wahid, 1988:67) K.H.E. Abdurrahman lebih banyak mewarnai arah dan perjuangan Persis dengan tabligh-tabligh dan pengembangan lembaga-lembaga pendidikan (pesantren), sehingga Persis sebagai organisasi massa tidak memperlihatkan langkah perjuangan ke arah politik. K.H.E. Abdurrahman dalam memimpin organisasi Persis lebih memprioritaskan pada "organisasi agama"; sebab ia mengambil pola kepemimpinan ulama, bukan political leaders. Tamat.
Klik disini untuk mengetahui profil penulis Dadan Wildan Anas, M.Hum
0 comments: