April 6, 2015

Catatan Kecil Rapor Rezim Jokowi
Menanggapi 5 bulan pasca pelantikan Jokowi sebagai presiden, kali ini saya ingin menulis sebuah Catatan Kecil Rapor Rezim Jokowi yang mungkin bisa bermanfaat untuk pembaca.
Rezim JOKOWI lebih parah dari ORBA terhadap ISLAM.
Jokowi merupakan sosok pemimpin yang terlahir dari peran besar media sekuler dukungan asing. Hal ini tentunya menimbulkan sebuah momok terhadap rakyat Indonesia yang notabene Muslim. Sebagai contoh adalah ketika ia menjabat sebagai walikota Solo dan menggandeng wakil walikota yang berasal dari golongan kafir bernama FX Hadi Rudyatmo. Lalu Jokowi mencalonkan menjadi Gubernur DKI dan berhasil menyematkan status Gubernur DKI dengan meninggalkan Solo dipimpin orang kafir untuk pertama kali.

Begitu pula nasibnya dengan DKI Jakarta, ibukota Republik Indonesia ini juga memiliki masyarakat mayoritas Islam dan belum pernah dipimpin oleh orang kafir sebelumnya. Namun hal ini berbeda ketika Jokowi mencalonkan diri menjadi presiden, dan meninggalkan Jakarta dipimpin oleh keturunan Tionghoa, yakni Basuku Tjahja Purnama atau akrab disapa Ahok.

Sungguh catatan miris terhadap Muslim Indonesia. Ketika dua daerah berbeda yang sebelumnya tidak pernah dipimpin kafir, namun kini Jokowi memecahkan rekor tersebut dengan “keserakahan” kekuasaannya.

Langkah keberhasilannya merebut hati rakyat memang menggunakan cara unik dan terbilang jarang digunakan kandidat lain. Ketika masa-masa kampanye dulu, Jokowi dan timses (tim sukses) menggembor-gemborkan prestasi yang bersifat temporer (sementara) semata. Kita ingat pada tahun 2009 dengan mobil Esemka yang berasal dari “tangan karya modus” walikota Solo menghipnotis Indonesia akan sosok pemimpin inspiratif yang betul-betul mengedepankan produksi dalam negeri. Namun apa kabar Esemka saat ini? Entah kemana kabarnya mobil tersebut yang hingga saat ini belum lagi menghiasi pemberitaan media. Dan hebatnya lagi, sejak saat itu Jokowi mendapat gelar walikota terbaik di dunia berdasarkan majalah New York Times. Sebuah majalah milik Amerika yang notabene kaum sekular dan penyokong utama Jokowi untuk tembus mencalonkan diri menjadi Gubernur DKI.

Kita juga pasti masih ingat dengan gerakan “blusukan” yang sangat populer ketika Jokowi sibuk mencalonkan menjadi Presiden RI yang ternyata berhasil menjadi “icon” perjuangan bagi “wong cilik” karena ia begitu dekat dengan rakyat. Timses Jokowi ini memang cerdas dalam membuat isu publik yang tengah dibutuhkan masyarakat. Sosok yang selama ini memang diidam-idamkan menjadi pemimpin yang tidak hanya untuk DKI tapi seluruh Indonesia. Terbukti, dengan gerakan ini Jokowi berhasil memenangkan Pilpres 2014 lalu.

Bahkan ketika ia menjabat menjadi presiden RI, ia tetap menggunakan trik blusukan ini untuk menjaga image “pembela wong cilik” supaya tidak muncul istilah “kacang lupa pada kulitnya”. Ketika duduk di kursi presiden, Jokowi tetap bisa dekat dengan rakyat.

Setelahnya ia terpilih jadi presiden dengan menggandeng politisi senior yang tempo lalu di pilpres 2009 “gagal” adalah Jusuf Kalla (JK), Jokowi juga menggandeng beberapa nama dalam Kabinet Indonesia Kerja orang-orang dari golongan kafir, mereka adalah:

  1. 1. Kepala staf kepresidenan, Luhut Binsar Panjaitan (Kristen Protestan)
  2. 2. Kepala tim ahli wakil presiden, Sofyan Wanandi (alias Liem Bian Koen – Katolik)
  3. 3. Sekretaris kabinet, Andi Wijayanto (Kristen Protestan)
  4. 4. Anggota dewan pertimbangan presiden, Rusdi Kirana (Kristen Protestan)
  5. 5. Kepala badan kordinasi penanaman modal, Franky Sibarani (Kristen Katolik)

Walau terbilang bukan jabatan strategis dalam pemerintahannya, namun pemasangan perwakilan kafir di kabinet ini cukup “berani” diambil oleh Jokowi.

Dari beberapa kejadian diatas, ini mengindikasikan bahwa pemerintahan Jokowi memang benar-benar sedang menggoda sang macan untuk bangun. Dia sedang menguji kesabaran dari mujahid muslim di berbagai pelosok daerah untuk bertindak. Namun kami disini bukan hanya berembel-embel Muslim, kami berbicara sebagai seorang rakyat Indonesia yang prihatin akan langkah pemerintahan yang terkesan ngaco dan berani dengan Islam.

Baru-baru ini – di tahun anggaran tahun 2015 – pemerintah telah resmi menyetop suplai anggaran untuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang notabene sebagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk umat Islam. Posisi MUI disini sungguh esensial karena Indonesia sebagai Negara dengan penduduk mayoritas Islam, maka dari itu sangat penting untuk diperhatikan oleh pemerintah. Berbeda dengan ormas lain yang memang hidup dengan anggotanya itu sendiri. MUI ini ibarat sesepuh di pemerintahan, walau tidak tercatat secara struktural, tapi arahan dan fatwa-fatwanya harus diperhatikan oleh pemerintahan demi menjaga keutuhan NKRI kedepannya. Dan rezim Jokowi ini malah memberhentikan suplai anggaran yang tentunya dana tersebut dialokasikan untuk kemaslahatan umat Islam sebagai pemeluk agama juga sebagai penduduk Indonesia.

Kebijakan lain rezim Jokowi yang “melabrak” Islam datang dari kementrian komunikasi dan informatika (Kemenkominfo) dengan memblokir 21 situs islam Indonesia pada tanggal 30 Maret 2015 yang sangat mengagetkan masyarakat Indonesia. Kemenkominfo menegaskan bahwa 21 situs tersebut diduga memiliki paham radikal dalam menyebarkan ajaran Islam, sesuai dengan permintaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Situs-situs tersebut adalah:
  1. 1. Arrahmah.com
  2. 2. Ghur4ba.blogspot.com
  3. 3. Muqawamah.com
  4. 4. Voa-islam.com
  5. 5. Panjimas.com
  6. 6. Lasdipo.com
  7. 7. Hidayatullah.com
  8. 8. Thoriquna.com
  9. 9. Gemaislam.com
  10. 10. Dakwatuna.com
  11. 11. Salam-online.com
  12. 12. Eramuslim.com
  13. 13. Kafilahmujahid.com
  14. 14. Aqlislamiccenter.com
  15. 15. Daulahislam.com
  16. 16. An-najah.net
  17. 17. Kiblat.net
  18. 18. Shoutussalam.com
  19. 19. Muslimdaily.net
  20. 20. Dakwahmedia.com
  21. 21. Azzammedia.com
  22. 22. Indonesiasupportislamicatate.blogspot.com

Saya pribadi tak habis pikir, kok bisa-bisanya rezim Jokowi memblokir situs-situs tersebut. Dari beberapa situs diatas adalah yang sering saya kunjungi karena mengandung informasi dan berita yang bagus juga berbobot mengenai Islam. Tidak ada sama sekali artikel yang menandakan pertentangan atau radikalisme seperti yang dituduhkan BNPT. Kalau era SBY, situs-situs yang di filtering itu situs berbau pornoaksi dan pornografi, lah kok sekarang malah situs berbau Islam? “Kunaon Jok? Sieun ku Islam? Anjeun urang Islam lin?”

Anehnya lagi, mengapa situs-situs berbau liberal dan menyesatkan – seperti ahlulbaitindonesia.com (milik Syiah), islamlib.com (Liberalis), islamtoleran.com (Sekular) – malah tidak disentuh sama sekali. Ini semakin membingungkan umat Islam. Namun bagi orang yang mengetahui dan paham mengenai “siapa dibalik tangan kekuasaan Jokowi”, tentu tidak mengherankan dengan kejadian-kejadian seperti ini. Namun bila dibiarkan, tentu saja ini akan menjadi masalah besar yang tidak hanya akan meruntuhkan keyakinan umat Islam dalam beribadah, juga akan merubuhkan azas dan sistem NKRI itu sendiri karena melibatkan langsung penduduk Muslim Indonesia. Dan kalau boleh saya bilang, rezim jokowi lebih parah dari ORBA terhadap Islam.

Saya hanya bisa berharap agar rezim Jokowi-JK bisa diberikan hidayah oleh Allah SWT dengan betul-betul mengedepankan kepentingan Negara, bukan kepentingan asing yang merantai kekuasaan presiden “boneka”nya. Saya sangat cinta Indonesia. Cinta akan tanah air ini. Cinta bumi pertiwi. Cinta segalanya tentang Indonesia. Begitu pula dengan masyarakat lain yang sangat mencintai Indonesia ini.

Maka dari itu, tolong. Tolong pehatikan kami, bukan malah memperhatikan mereka. Tolong jangan biarkan kebencian ini semakin menjadi-jadi dengan tingkah laku dan kebijakan anda yang “menantang” kami, Masyarakat Muslim Indonesia. Semoga rezim kali ini bisa menjalankan tugas dengan maksimal, bisa menjalankan tugas sesuai dengan fungsi dan perannya. Anda tidak tertarik akan gemerlapnya dunia, anda tidak takut akan “kungkungan” antek-antek asing, anda tidak (lagi) tertarik akan tawaran menggiurkan dari musuh Negara. Tidak memperdulikan para gurita ekonomi dunia yang hanya ingin kekayaan Indonesia. Semoga anda semakin cinta Indonesia.

Itulah sebuah catatan kecil rapor rezim Jokowi dari saya. Ditunggu komentar dari para pembaca, terimakasih.

Referensi:
1. fpi.or.id
2. wikipedia.com
3. duniamuallaf.blogspot.in
4. nasional.inilah.com
5. hukumonline.com

April 6, 2014

Ini yang kunamakan Campaign
Hilman Saukani, S.Ag sedang orasi didepan 2.000 massa
Sabtu, April 5th 2014 di Lapang Bojong, Kec. Karangtengah, Kab. Cianjur, saya berteriak sekencang-kencangnya, bersorak seramai-ramainya, bergerak sebebas-bebasnya. Sudah lama saya tidak melakukannya. Bersama teman-teman, keluarga, orang terdekat, dan para sahabat, memenuhi lapang Bojong dan menghijaukan daerah itu. Ya, itulah momen kampanye.

Seingatku, sekitar 15 tahun lalu terakhir kali saya berteriak menyuarakan “PARTAI BULAN BINTANG”. Berarti saya masih anak-anak kala itu.


Ada yang berbeda mengenai suasana kampanye saat itu dan sekarang. Selain karena faktor usia, juga pengetahuan menjadi titik kunci perbedaannya. Ditambah dengan konstalasi politik Indonesia yang sudah berubah dan kondisi sosiogeografis dan sosiokultural masyarakat yang berubah.

Seiring perubahan zaman, tidak hanya saya yang berubah. Namun kultur dan pengetahuanpun semakin berkembang. Paradigma sosial mulai berubah mengenai kampanye.

Kata orangtua sekarang, dulu itu kalau kampanye tidak se-pragmatis sekarang. Dulu memang ada istilah “massa bayaran” yang niatnya hanya minta atribut, dipasang dimotor, ikut sorak-sorak, dan memenuhi tempat kampanye. Selesai itu mereka ngantri ke tim yang mengajaknya, dan meminta bayaran. Sudah. Namun tidak banyak dan hanya konsisten satu atau dua partai. Namun sekarang, mereka tidak pandang partai apa, kemanapun ayo, yang penting bensin penuh, dapet uang tambahan pula. Tapi itu mereka, bukan saya.

Saya terlahir di keluarga yang konsisten PBB. Awal-awalnya saya hanya ikut-ikutan karena kurangnya pengetahuan mengenai gejolak politik disini, Indonesia. Tapi dengan semakin bertambahnya usia, saya pun akhirnya paham, mengapa orangtua saya memilih setia di partai ini. Dan itu sudah tertanam dalam hati dan pikiranku, betapa mahal dan berharganya sebuah “pendirian” itu.

Mereka boleh saja menjadi “PELACUR POLITIK”, yang kerjanya hanya meminta bayaran setelah bersorak-sorak dan memenuhi tempat kampanye TANPA tahu dan mengenal “Ghiroh” dan esensi dari apa yang kami suarakan.

Saya berteriak karena saya tahu. Mereka berteriak karena mereka mau.
Saya tahu bukan karena saya ikut-ikutan, tapi saya tahu karena saya ingin tahu dan mencari tahu.
Mereka mau karena mereka tahu apa yang mereka akan dapatkan setelahnya, dan mereka tidak mau mencari tahu apa yang mereka teriakkan asal mendapatkan apa yang mereka mau.

Walau kampanye kami tidaklah gemerlap artis ibu kota seperti partai lain. Tidak semeriah mereka, tidak sebanyak massa mereka, tapi tidak berarti “aum”an kami lebih kecil dari mereka. Tidak berarti kami kalah dalam pendirian.

Boleh saja kami kurang massa kampanye, jangan kira pengaruh kami kurang di negeri ini.Boleh saja tidak banyak yang mengetahui jasa-jasa kami untuk negeri ini, karena kami tidak pernah memasang banner besar – memenuhi papan iklan – atas apa yang telah kami perbuat.Boleh saja partai kami kecil, tapi jangan kira nyali kami – memperjuangkan syariat Islam – itu memble.

Perhatikan saja mereka,
Mereka yang gemerlap artis ibukota, yang berjoged dengan suka ria, yang ditonton anak-anak dengan lenggak-lengkok para artisnya, yang membuat kemacetan hebat dijalan raya, yang meriah dalam menyuarakan partainya, boleh saja mereka tangguh dengan finansialnya.

Berbeda dengan kami. Kami tidak membawa artis ibukota, kami tidak berjoged ria, artis pun tidak lenggak-lenggok di depan anak-anak, tidak membuat kemacetan luar biasa, tidak sekuat finansial mereka, tapi dalam menyuarakan aspirasi, kami tidak kalah. Dan tidak akan kalah.

Ghiroh itu ada ketika….
Ada momen-momen yang paling berkesan saat kampanye. Dimulai dari tekstur tanah yang “ledok” (becek), sampai inspirator bagi oranglain.

Diawali di DPC PBB, di jl. Taifur Yusuf no.47, Kaum – Cianjur, saya dan kawan-kawan Pemuda Bulan Bintang menjadi garda terdepan mengawal kampanye. Merah menggelora menjadi inspirasi golongan tua bahwa anak muda mereka sangatlah menjaga dan melindungi gerakan mereka. Iring-iringan konvoy sepanjang 3km pun Alhamdulillah aman terkendali dengan bantuan para pemuda yang menggandeng pawai meriah itu.
Pemuda Bulan Bintang memimpin arak-arakan kampanye PBB.

Sesampainya di tempat (lapang Bojong), dengan tekstur tanah ledok, saya pribadi dan kang Ade Ifan Rustandi mengawali mengibarkan bendera PBB yang besar dan mengelilingi lapang dengan lari-lari kecil. Walau sempat terpeleset karena tanah yang licin, tapi tidak lantas kami berhenti, kami terus berlari dan mengibarkan panji “keramat” (hehe) untuk menghadang dan melupakan tanah yang becek.

Pemuda Bulan Bintang mengibarkan panji PBB dan berlari kecil mengitari lapang

Sesudah itu pun kami langsung berdiri dibarisan terdepan panggung dan mulai mengajak oranglain ikut masuk memenuhi lapang. Karena sebelumnya sempat ragu-ragu untuk turun langsung ke lapang. Hingga pada akhirnya, ketua DPC, bpk. Muhammad Toha sendiri turun langsung dan ikut mengajak kepada kader-kadernya untuk ikut turun ke lapang.

Beliau berkata: “Kader PBB itu merakyat, kader PBB itu tidak elitis. Hayu ka para kader, turutan pemuda. Turun ka lapang, tong sieun ku kotor. Belok mah aya cai, kotor mah tinggal di cuci. Kader PBB oge tong sieun ku panas, panas di dunya masih jauh dibanding panas di naraka”

Bpk. Muhammad Toha, S.Ag mengajak caleg PBB berbecek-becek dengan peserta kampanye.

Selepas bpk. Toha berkata itu, para kader pun mulai berduyun-duyun memenuhi lapang dengan semangatnya. Subhanalloh. Belum tentu para elit partai lain berani berkotor-kotor memeriahkan suasana kampanye, mungkin mereka lebih memilih diam di tempat yang sudah disediakan, duduk manis di kursi, dan diteduhi dengan tenda.

Para penonton pun disuguhi hiburan yang sungguh unik. Bukan dangdut, bukan sulap, bukan pula grup band. Tapi grup nasyid. Ya, grup nasyid. Awalnya, mayoritas peserta kampanye sedikit yang tahu mengenai lagu-lagu nasyid, tapi setelah lagu-lagu nasyid itu dikemas dengan irama melayu, baru lah mereka mulai mengenal dan menyukai lagu-lagu nasyid.

SPAZI. Itulah grup nasyid yang membantu menghibur kami dengan suaranya yang khas dan kreatifitasnya yang unik. Konsep akustik tidak sama sekali mengurangi kemeriahan suasana kampanye itu. Justru sebaliknya, semakin banyak lah lapang Bojong itu dipenuhi para kader dan simpatisan yang ingin turut menghibur diri. Waw.

Grup nasyid SPAZI sedang menghibur peserta kampanye

Inti dari kampanye bukan nyanyi-nyanyi dan hanya berteriak saja. Tapi kami menamakan kampanye ini dengan “RAPAT UMUM”. Rapat yang mengajak simpatisan pula sebagai pesertanya. Disini para pengurus DPC PBB Cianjur menyuarakan orasi-orasi tentang apa yang akan dilakukan mereka ketika sudah menjabat di kursi DPRD Kabupaten, DPRD Provinsi, dan DPR-RI nanti.

Perlu diketahui, bahwa orasi ini menyuarakan tentang janji bila mereka mendapat kursi DPRD/DPR. Bukan berarti bila mereka tidak mendapatkannya, mereka tidak akan berbakti kepada rakyat dan berhenti menolong sesama. Tidak demikian.

Berdirinya Yayasan Forum Pembangunan dan Perencanaan Cianjur (YFP2C) ini sebagai bukti integritas PBB dalam menyehatkan masyarakat Cianjur. Yayasan ini didirikan bukan pada saat momentum pemilu, bukan bertujuan untuk memenangkan suara PBB di Cianjur. Dengan slogan “mari bersama membantu sesama”, YFP2C insya Allah akan membantu masalah kesehatan bagi penduduk Cianjur. (Klik disini untuk informasi lebih lanjut mengenai YFP2C.)

Ada satu orator yang membuat saya dan rekan-rekan terdiam. Bukan karena beliau “ngaco” dalam bersuara, tapi justru sebaliknya. Beliau mampu menyulut api semangat kami semakin besar dengan fakta-fakta konstalasi politik Indonesia yang disebut sebagai pertandingan aqidah. Ya, pemilu 2014 ini tidak hanya momentum kekuasaan. Tapi sudah menjadi pertarungan aqidah. (untuk informasi detail, silahkan kunjungi tulisan saya sebelumnya, klik disini)

Kami, Partai Bulan Bintang, tidak akan pernah membiarkan orang kafir berkuasa khususnya di Cianjur ini. Silahkan para agama baru dan aliran sesat itu berlindung dan bersembunyi di partai besar yang mampu membawa mereka ke senayan sana. Tapi jangan harap mereka akan hidup tenang dalam melancarkan misi-misi aqidah kelak. Karena masih ada PBB. Boleh saja mereka berlindung pula di partai (yang ngaku) Islam lain, tapi mereka tidak akan pernah menyentuh partai Islam, PBB. Itulah yang dikatakan bpk. Hilman Saukani, caleg DPRD Provinsi dapil Jabar 3 (Kab. Cianjur dan Kota Bogor) no urut 2.

Pertarungan aqidah? Waw. Mungkin bagi oranglain ini terkesan lebay dan dilebih-lebihkan, tapi ini memang faktanya. Kalau orangtua saja berani bilang itu, apalagi kaum muda, tentunya harus lebih lantang dan berani dalam bersuara. Dan kami berikrar untuk selalu menjadi garda terdepan bagi para sesepuh kita.
Sesaat sebelum acara ini diakhiri, bpk. Toha mengajak para caleg PBB untuk berkumpul dibawah panggung dan bersama-sama berikrar didepan sekitar 2.000 massa mengenai komitmen memperjuangkan aspirasi masyarakat Cianjur dan tentunya dengan konsep transformasi syariah.

(untuk informasi mengenai konsep syariat Islam di tataran politik Indonesia, silahkan kunjungi tulisan saya sebelumnya dengan klik disini)

Begitulah gambaran suasana kampanye PBB di kab. Cianjur yang saya rasakan. Inilah mengapa saya katakan “ini yang kunamakan campaign”. Kami bukan tokoh, tapi insya Allah generasi penerus perjuangan. Rasyid Ridlo, Pemuda Bulan Bintang. Semoga bermanfaat.

GALERI KAMPANYE
Pemuda Bulan Bintang garda terdepan
Pemuda Bulan Bintang menyanyikan Mars Pemuda
Pemuda Bulan Bintang menyanyikan Mars PBB
Pemuda Bulan Bintang kab. Cianjur

April 2, 2014

Pesta Demokrasi 2014 menjadi ajang pertarungan Aqidah.
Pemilu tahun 2014 tinggal menghitung hari. Apakah Pesta Demokrasi 2014 menjadi ajang pertarungan Aqidah? Seluruh penduduk Indonesia yang sudah memiliki hak pilih tentunya jangan menyianyiakan momen akbar tersebut yang kelak menentukan nasib bangsa ini. Arah tujuan yang akan dibawa bangsa ini sangat bergantung pemimpin kita, para wakil rakyat yang melenggang di Senayan sana.

Peluit pertandingan (baca: kampanye) sudah dibunyikan, dan kini para pemain (partai) sudah mengatur banyak strategi demi memenangkan partainya yang mengusung calon wakil rakyat untuk menduduki kursi DPRD tingkat kabupaten sampai DPR-RI dan juga kursi Independen melalui DPD.

Namun sejatinya tidak hanya sekarang atribut partai marak menghiasi jalan dan tempat massal lain, beberapa waktu ke belakang sudah mulai mengkampanyekan partainya dan memasang janji-janji yang akan dilakukan bila berhasil memenangkan pertandingan itu. Tidak hanya janji, bahkan sampai tahapan perencanaan pembangunan pun dipasang supaya diketahui masyarakat secara luas.

Namun, apakah semuanya harus dipilih? Tentu tidak. Kita hanya diperbolehkan untuk memilih satu partai saja yang sesuai dengan kata hati maupun intruksi dari atasan. Karena apapun motifnya, yang dibutuhkan mereka (partai) tentunya adalah akumulasi suara pemilih.

Memang kekurangan dari sistem politik demokrasi adalah menyamaratakan suara personal. Suara ulama, kiayi akan selalu sama dengan (maaf) pelacur, dan pembunuh sekalipun. Tapi saya tidak akan membahas tentang sistem demokrasi, karena perlu pembahasan khusus dan panjang.

Oke, pembahasan utama dalam tulisan saya ini adalah tentang pertarungan aqidah yang dilancarkan para misionaris kafir yang ingin menyerang Islam melalui jalan parlementer. Momen pemilu adalah satu-satunya jalan bagi mereka (misionaris) agar bisa melenggang ke Senayan dan memulai langkah-langkah pergerakan penyesatan aqidahnya.

Sebagai orang yang mendukung partai Islam, tentu - selain menginginkan tegaknya syariat Islam di Indonesia - juga terdapat beberapa alasan yang menjadikan saya tertantang untuk menulis tulisan ini. Bukan untuk kampanye kemenangan suara saja, tapi demi kemenangan aqidah. Walau terbilang terlambat, tapi daripada tidak sama sekali?

Pertama, demi mengamankan aqidah Islam (Sunni, Ahlus Sunnah wal Jama'ah) di Indonesia, tentunya kita gusar dan geram melihat eksistensi aliran sesat yang melabelkan dirinya dengan Islam. Mereka mengaku Islam yang merupakan “firqoh” (organisasi) saja seperti Persatuan Islam, Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, dll. Padahal tidak demikian.

Banyaknya aliran sesat di Indonesia bukan hal baru bagi kita, tentu saja. Pemberitaan di berbagai media cetak atau elektronik selalu menjadi isu hangat yang mengisi tatanan media. Dimulai ajaran Al-Qiyadah yang pimpinannya, Musaddeq, pernah mengaku mendapat wahyu dan diutus sebagai nabi setelah Muhammad SAW. Sungguh dusta manusia itu.

Lanjut ke Lia Eden yang pernah mengaku sebagai malaikat. LDII, NII dan yang populer saat ini adalah Syi'ah. Adapun mengenai liberalis dari kelompok JIL, saya rasa itu bukan aliran (firqoh) dalam perspektif organisasi kemasyarakatan, tapi lebih kepada kelompok pemikiran radikal mengenai ajaran Islam. Tapi banyak kaum dari liberal ini yang pro akan eksistensi aliran sesat tadi dan membenarkan argumen bahwa aliran sesat tadi adalah buah kreatifitas dan pemikiran manusia akan Islam.

Kehadiran aliran sesat ini tidak serta merta tumbuh berkembang dengan mulus. Kasus penyerangan terhadap aliran syiah di Sampang, Madura tempo dulu menandakan masih sadarnya masyarakat Muslim akan kehadiran mereka yang meresahkan. Tapi tetap saja itu tidak dianjurkan. Islam tidak pernah mengajari untuk memerangi terlebih dahulu, tapi Islam mewajibkan untuk bertahan, lalu melawan.

Lantas, apa kaitannya dengan isu pemilu?
Pemilu 2014 ini menjadi titik tolak kebangkitan aliran sesat di Indonesia. Dari sini mereka memulai misi dalam tatanan aqidah di Indonesia dengan maksud melegalkan dan bersembunyi dibalik panji bhineka tunggal ika. Mereka sudah tahu bagaimana respon Muslim Indonesia bila mengetahui eksistensi alirannya. Maka dari itu mereka mengambil jalan legislatif (kekuasaan) sebagai proses legalitas ajarannya. Karena kita bisa memberikan pengaruh lebih baik dengan kekuasaan daripada tidak. Kita akan dengan mudah menyebarkan satu paham melalui bupati, daripada kita mengoptimalkan organisasi kemasyarakatan.

Maka dari itu, tujuan kedua saya adalah untuk mempublikasikan kepada khalayak, bahwa diluar sana terdapat orang-orang yang berbasis aliran sesat seperti syi’ah, LDII dan lainnya yang maju sebagai calon legislatif dari berbagai partai, TERMASUK PARTAI ISLAM.

Berikut ini caleg-caleg sesat JIL dan Syiah dari lintas partai yang meramaikan pemilu pada Pileg 2014.

  1. 1. Jalaluddin Rakhmat, dedengkot Syiah, Caleg dari PDI-P Calon Anggota Legislatif DPR RI, nomor urut 1 untuk Daerah Pemilihan Jawa Barat II (Kab. Bandung dan Kab. Bandung Barat)
  2. 2. Zulfan Lindan, tokoh Syiah dari Partai Nasdem Calon anggota DPR RI, untuk Daerah Pemilihan Aceh II
  3. 3. Lestari Yuseno, (Istri dari tokoh Syiah Agus Abu Bakar Alhabsyi) Caleg DPR-RI dari Partai Demokrat dengan nomor urut 3 pada Pemilu 2014 untuk Daerah Pemilihan Jawa Barat VI (Kota Bekasi-Kota Depok).
  4. 4. Asri Rasjid, Caleg DPRD PKS Provinsi di daerah pemilihan SULUT 2
  5. 5. Muhsin Labib, tokoh syiah, caleg nomor urut 2 dari PAN untuk daerah pemilihan Jawa Timur IV (Jember dan Lumajang).
  6. 6. Abdurrahman Bima, tokoh Syiah, Anggota komisi VI DPR RI dan menjadi ketua kelompok komisi VI fraksi Partai Demokrat. Calon legislatif pemilu 2014 untuk Dapil Nusa Tenggara Barat.
  7. 7. Ulil Abshar Abdalla, (dedengkot JIL Liberal pendukung aliran sesat) dari Partai Demokrat Calon Anggota Legislatif DPR RI nomor urut 7 untuk Daerah Pemilihan Jawa Tengah III (Pati, Rembang, Blora, dan Grobogan)
  8. 8. Zuhairi Misrawi, caleg dari PDIP. Ada apa dengan dia? Dalam status-status twitternya Zuhairi sering mengeluarkan statment-statment radikal dan ekstrimis dalam menyerang umat islam di Indonesia. Zuhairi sangat anti islam dan sangat membenci sistem islam apapun bentuknya. Bahkan dia pernah mengusulkan, jika PDIP berkuasa, ia menunjuk Jalaludin Rakhmat menjadi Menteri Agama RI. PARAH!
  9. 9. Yusnan Solihin, caleg syiah Partai Gerindra Daerah Pemilihan: Jawa Barat 1 ( Kota Bandung – Kota Cimahi )
  10. 10. Dedy Djamaluddin Malik, caleg dari PDIP dari daerah pemilihan Jawa Barat I (Kota Bandung dan Cimahi) pada nomor urut 2
  11. 11. Aceng Karimullah, caleg dari PAN dapil JABAR I (Kota Bandung & Kota Cimahi)
  12. Dan banyak lagi yang belum saya rangkum karena kekurangan materi dan referensi.

“Ya, saya tidak akan memilih mereka, tapi saya memilih partainya”.
“Aah, partai saya tidak ada caleg dari aliran sesat”.
“Itu kan dapil mereka, di dapil saya tidak ada caleg aliran sesat”.
“Bohong”.

Dan mungkin berbagai statemen lain yang akan dilancarkan orang yang tidak percaya dan tidak mau menerima. Saya analogikan begini:

Dapil Jawa Barat I (Kota Bandung & Kota Cimahi) terdapat satu orang yang saya kenal yakni H. Saepudin, S.Ag, M.Ag. Beliau adalah tokoh Persatuan Islam (PERSIS; Sunni), dan dalam partai yang sama, dapil yang sama, hanya berbeda no urut, ada sosok Aceng Karimullah, BE, SE, yang dikenal sebagai tokoh LDII. Entah strategi apa yang dipakai sehingga menempatkan kadernya bergandengan dengan seorang LDII. Ataukah karena ketidak tahuan (khilaf) semata?

Masih contoh, saya adalah pemilih PAN dan tinggal di dapil Jabar I. Walau saya tahu caleg sesat dan tidak memilihnya, belum tentu kita bisa menghindarkan si “sesat” tadi dari kursi parlemen. Karena sistem yang berlaku adalah mengakumulasikan suara berdasarkan peroleh suara terbanyak dari tiap calon. Contoh, untuk Jabar I minimal harus memperoleh 150.000 suara. Dari partai PAN, terdapat dua nama dengan perolehan suara terbanyak yakni H. Saepudin memperoleh 60.000 dan Aceng tadi memperoleh 60.001. Hanya berbeda satu suara. Sisanya – sekitar – 30.000 suara akan dilimpahkan otomatis ke Aceng. Maka yang akan maju adalah Aceng tadi, karena dia yang memperoleh suara terbanyak daripada calon lain.

Apa maksudnya? Ini berarti saya – SUNNI – TELAH AMBIL BAGIAN MENSUKSESKAN KAUM SESAT LIBERAL MASUK PARLEMEN.

Mengutip statemen sahabat saya, Ade Ipan Rustandi, "Saya lebih memilih konfrontatif secara pemikiran dan fisik dengan liberal, sesat, bahkan kafir selipun daripada harus bergandengan bersama yang pada akhirnya menguntungkan mereka (si “sesat”)".

Lalu, akan dikemanakan suara kita selanjutnya? Apa kita harus menjadi seorang golput saja? Mencari jalan aman?

Ini juga bukan kesimpulan yang benar. Karena dengan kita golput, justru akan menguntungkan mereka. Belum paham? Saya kasih analogi lain.

Sebelumnya kita harus tahu, bahwa si Sesat itu memiliki massa yang militan dan susah digoyahkan kecuali dengan hidayah Allah. Bila jumlah pemilih di Indonesia itu ada 100 juta dengan perbandingan suara 80% untuk partai bukan basis Islam, dan 20% berbasis Islam, jadi 80 juta suara akan masuk ke partai-partai seperti Demokrat, PDIP, Golkar, Hanura, Gerindra, Nasdem, dan PKPI. Sedangkan 20 juta masuk ke PBB, PAN, PPP, PKS, dan PKB. Ini asumsinya semua masyarakat Indonesia “nyoblos”.

Sedangkan bila jumlah golput itu ada 20% dari total pemilih, berarti perolehan suara untuk partai non basis Islam berubah menjadi 64 juta, dan 16 juta untuk partai basis Islam. Mending bila yang golput itu kebanyakan pemilih partai basis non-Islam, bagaimana bila suara golput itu berasal dari orang pemilih partai basis Islam? Semakin hancur suara partai basis Islam itu.

Jadi intinya, semakin banyak yang golput, maka akan semakin menguntungkan si “sesat” tadi. Bukan malah menjadi solusi, tapi menambah buruk keadaan dengan membuka jalan lebar bagi si “sesat” melenggang ke kursi Senayan dan mulai menyebarkan misi-misi terselubungnya, yakni mengajarkan pemahaman sesat.

“Wah ngeri ya? Tapi apa yang akan mereka (si “sesat”) lakukan bila terpilih menjadi anggota legislatif nanti?
Menurut sumber yang saya baca, (klik disini) salah satu caleg bila terpilih nanti, ia akan mengusulkan “dedengkot” Syiah di Indonesia, Jalaludin Rakhmat menjadi menteri agama. Ia beralasan, menteri agama itu harusnya orang yang mendukung paham pluralisme, sadar akan heterogenitas masyarakat Indonesia yang tidak hanya pada budaya, tapi juga pada pemahaman (baca: aliran dan ajaran). Relakah kita, Muslim, yang melenggang menjadi Menteri adalah tokoh Syiah? Na’udzubillah.

Kenapa harus Syiah? Bahayakah mereka bila berkuasa?
Untuk konteks Indonesia, nampaknya masih belum banyak yang saya ketahui tentang apa yang dilakukan mereka kecuali menyebarkan ajarannya secara sembunyi-sembunyi. Namun pada 26 Oktober 2013 di Jakarta lalu mereka menyelenggarakan perayaan Idul Ghadir yang dianggap sebagai hari raya baru umat Islam. Jelas ini paham sesat. Idul Ghadir sendiri merupakan perayaan KEBENCIAN besar-besaran kepada khalifah Abu Bakar, Umar, Usman, istri-istri Nabi Muhammad. Padahal melalui surat edaran MUI tentang PENDAPAT DAN SARAN MUI TTG SEMINAR INTERNASIONAL AL-GHADIR OLEH IJABI no. B-473/MUI/X/2013 melarang keberadaan idul Ghadir tersebut yang dibalut dengan acara seminar. Ini mereka belum memiliki kekuasaan apa-apa dan masih satu perayaan. Belum lagi bila perayaan karbala, yang melukai diri sendiri dan anak-anak mereka, dan perayaan sesat lain akan mereka adakan.

Kasus lain, dedengkot Syiah, Jalaludin Rakhmat pernah memberikan statemen mengenai kasus berdarah sampang, Madura. Ia mengatakan, "orang-orang Syiah tidak akan membiarkan kekerasan ini. Karena untuk pengikut Syiah, mengucurkan darah bagi Imam Husein adalah sebuah kemuliaan,” Apa maksudnya? Jelas. Mereka berani menumpahkan darah demi menjaga agamanya. Ya, dari sini saya akan menuliskan syiah dengan agama baru! Bukan bagian dari ISLAM (firqoh).

Apalagi bila si dedengkot Syiah, Jalaludin Rakhmat, dan caleg lain itu berhasil maju ke kursi DPR, akan lebih marak lagi kasus-kasus seperti itu. Relakah kita?? Na’udzubillah.

“Lalu, apa yang harus kita lakukan?”
Pendapat saya, selain berdo’a memohon petunjuk Allah, maka kita harus cerdas dan selektif dalam memilah dan memilih partai mana yang akan kita sokong. Seperti yang saya tulis sebelumnya, JANGAN GOLPUT. Golput bukan solusi dan memecahkan masalah, tapi akan menambah masalah.

1. Bagi saya, partai Islam harus diutamakan. Teringat akan Masyumi pada pemilu 1955 yang saat itu dianggap pemilu paling demokratis sepanjang sejarah Indonesia, berhasil unggul dari partai Islam lain dengan perolehan 21% suara. Dengan berkuasanya partai Islam di Indonesia, maka kesejahteraan bukan teori lagi.

2. Pilih partai yang tidak terpengaruh dan dimasuki caleg aliran-aliran sesat.
Nampaknya tulisan saya diatas memberikan gambaran kecil mengenai sepak terjang aliran sesat di Indonesia yang mencoba bertarung di dunia politik lewat momen pemilu legislatif. Mengenai apa yang akan dilakukan ketika mereka menjabat nanti, saya juga tuliskan diatas.

3. Visi misi dan asas partai tersebut harus diperhatikan.
Walau terkesan teoritis dan terlalu formal, tapi visi misi dan asas dari suatu partai merupakan suatu gambaran umum mengenai partai tersebut.

4. Tokoh yang memang telah berprestasi mensejahterakan umat.
Mengenai penokohan ini, memang sulit mengukur dan menakar secara matematis. Juga factor geografis menjadi kendala penentuan prestasi satu tokoh. Namun dengan adanya media publikasi, seharusnya menjadi tolak ukur masyarakat Indonesia sebagai dasar memilih calon legislatif kelak. Jika kita tinggal di Bandung dan mendengar kabar bahwa di Cianjur dikeluarkan perbup (peraturan bupati) mengenai PERDA SYARI’AH, maka tokoh tegaknya Perda Syariah di Cianjur yang “nyaleg” di Bandung harus kita dukung, dengan dalih semoga dia juga menerapkan peraturan yang sama di Bandung. Begitupula dengan yang lainnya.

5. Kenali tokoh yang akan kita pilih.
Nampaknya para caleg kini (walau tidak semua) sudah mempublikasi profil mereka dan sepak terjang individu dalam menyejahterakan masyarakat walau lingkup RT saja. Banyaknya profil-profil itu menjadi rujukan kita – sebagai pemilih – untuk menentukan pilihan.

Masalah pilihan memang urusan pribadi dan rahasia, namun tidak salah bila saya yang memberikan gambaran kecil mengenai intrik-intrik aliran sesat tadi dalam tatanan politik Indonesia dalam tulisan ini. Selebihnya diserahkan masing-masing.

Saya sadar kapasitas saya sebagai “apa” dan “siapa”. Namun upaya memberikan informasi nampaknya tidak salah saya posting tentang Pesta Demokrasi 2014 menjadi ajang pertarungan Aqidah. Bila ada kritik dan saran akan sangat saya apresiasi demi perbaikan kedepan, karena kebenaran itu datang dari Allah sedangkan kesalahan merupakan kekurangan manusia. Terima kasih.

Sumber bacaan:
http://kesesatan-frih.blogspot.com/2013/04/kh-aceng-karimullah-adam-amrullah.html
http://muslimina.blogspot.com/2014/02/daftar-nama-caleg-aliran-sesat-tahun.html
http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2014/02/27/29234/pks-partai-terbuka-caleg-syiah-yes-usung-syariat-islam-no/
http://www.dakwatuna.com/2014/02/23/46659/zuhairi-jika-pdip-berkuasa-tokoh-syiah-jadi-menteri-agama
http://www.gensyiah.com/idul-ghadir-adalah-bom-waktu-bagi-indonesiamengapa-diizinkan-foto-dan-video-penting.html
http://www.tempo.co/read/news/2012/08/29/173426259/Apa-Kata-Jalaludin-Rahmat-Soal-Sampang

February 9, 2014

Syari'ah Islam dalam pembangunan hukum Indonesia
Islam Rahmatan Lil 'Alamin
Saya ingin menjelaskan tentang Syari'ah Islam dalam pembangunan hukum Indonesia karena hal itu sering ditanyakan kepada saya dan nampaknya banyak salah paham tentang hal itu

Kata syari'ah dalam bahasa arab artinya jalan yang lebar. Kata tariq artinya jalan yang sempit. Ibnu Taymiyyah mengartikan keseluruhan ajaran Islam adalah syari'ah, karena ia adalah jalan yang lebar menuju keridaan Allah dan kemaslahatan bagi umat manusia di muka bumi maupun di akhirat kelak. Sementara tariq atau tariqah adalah jalan yang sempit dan berliku yang ditempuh oleh para sufi untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Dalam kajian hukum, pengertian syari'ah dibatasi hanya pada ajaran-ajaran Islam yang terkait dengan norma atau kaidah hukum. Norma-norma hukum itu ditemukan di dalam Al Qur'an dan hadits Nabi Muhammad s.a.w yang merupakan dua sumber utama ajaran Islam. Ayat-ayat Al Qur'an yang mengandung norma hukum disebut dengan  istilah ayat-ayat hukum atau ayat-ayat Ahkam. Begitu pula hadits-hadits yang jumlahnya ribuan itu, jika mengandung norma hukum, maka hadits-hadits tersebut dinamakan dengan istilah hadits-hadits hukum. Jumlah ayat-ayat hukum di dalam Al Qur'an relatif tidak banyak di banding ayat-ayat yang membahas masalah-masalah lainnya. Demikian pula hadits-hadist hukum Abd. Wahhab al Khallaf menyebutkan bahwa ada sekitar 3 persen dari seluruh ayat-ayat Al Qur'an yang dapat digolongkan sebagai ayat-ayat hukum. Jumlah 3 persen itu diluar ayat-ayat hukum yang mengatur bidang peribadatan spt shalat, puasa, haji dan sebagainya. Jumlah 3 persen  itu berisikan norma-norma hukum yang terkait dengan norma hukum privat dan hukum publik.

Corak perumusan norma hukum dalam ayat-ayat Al Qur'an maupun hadits umumnya bersifat singkat, tidak rinci dan tidak dirumuskan dg sistematik Karena itu, meskipun Al Qur'an mengandung norma hukum, namun Al Qur'an bukanlah sebuah kitab hukum, apalagi kodifikasi hukum Kitab-kitab hadits pun bukan pula kitab-kitab  hukum, karena  ia berisi  himpunan hadits yang mencakup semua hal yang  dicatat dari perkataan perbuatan dan sikap diam Nabi Muhammad s.a.w semasa hidup beliau.

AlQur'an memang bukan sebuah kitab hukum, karena fungsinya adalah sebagai petunjuk, penjelasan dan pembeda antara kebenaran dengan kesalahan. Dalam konteks itu maka kita memahami bahwa di bidang hukum, fungsi Al-Qur'an adalah petunjuk, penjelasan dan pembeda dalam merumuskan norma hukum.

Demikian pula fungsi hadits adalah memberikan petunjuk dan arahan dalam merumuskan norma-norma hukum, karena fungsi AlQur'an dan hadits adalah demikian, maka lebih tepat kita katakan bahwa syari'ah, yakni ayat-ayat alQur'an dan hadits-hadits hukum adalah sumber hukum, yakni sumber tempat Rumusan norma hukum yang singkat, tidak rinci dan tidak sistematik di dalam syari'ah itu memang sengaja dirumuskan demikian mengingat kehidupan umat manusia yang bersifat dinamis sehingga kebutuhan hukum mereka tumbuh dan berkembang sesuai perkembangan zaman.

Hanya dua bidang hukum yang dirumuskan rinci dalam syari'ah, yakni hukum perkawinan dan hukum kewarisan. Hukum perkawinan dan kewarisan itupun masih memerlukan sistematisasi untuk memberlakukannya, juga mempertimbangkan perkembangan zaman.

Pengertian  'akil baligh yang menentukan batas usia untuk menikah bagi perempuan yang disebutkan dalam syari'ah  misalnya, penerapannya ke dalam usia yang kongkrit dikaitkan dengan kedewasaan untuk menikah bisa berbeda antara satu kelompok umat Islam dengan umat Islam yang lain. Begitu pula kedudukan ahli waris pengganti, penerapannya bisa berbeda antara sistem kekerabatan patrilineal, matrilineal dan  bilateral. Karena syari'ah adalah sumber hukum, maka dalam perjalanan sejarah, muncullah ribuan kitab-kitab yang membahas hukum dari para ulama dan fuqaha.

Para fuqaha itu telah berusaha keras merumuskan filosofi, metodologi, tafsir dan bahkan merumuskan norma-norma hukum yang bersifat terapan. Kajian-kajian  hukum  itu tidak berhenti sampai sekarang, mengingat dinamika masyarakat di mana saja di  dunia ini. Mengingat perbedaan ruang dan waktu, timbulah aneka pendapat dan aliran dalam hukum, yang disebut dengan istilah mazhab-mazhab hukum dalam Islam.
Perbedaan pendekatan dalam memahami dan merumuskan norma-norma hukum yang mengacu kepada syar 'ah sebagai sumber hukum adalah lumrah dalam dunia ilmu.
Ketika umat Islam mendirikan negara-negara, syari'ah itu menjadi acuan utama dalam pembentukan hukum positif di zaman mereka. Seiring dengan hal itu lahirlah sistem hukum yang dinamakan dengan istilah Sistem Hukum Islam, lengkap dengan sistem peradilannya. Sistem Hukum Islam itu diakui dunia sebagai salah satu sistem hukum yang hidup dan berkembang di dunia ini, disamping sistem hukum yang lain seperti hukum Eropa Kontinental yang berasal dari Hukum Romawi, Hukum Anglo Saxon dari Inggris dan Hukum Asia Timur yang berasal dari Cina.

Hukum Islam sebagai sebuah sistem hukum itu berkembang dari ajaran Islam,  karena itu terkait erat dengan ajaran agama. Meskipun terkait dengan ajaran agama, rumusan normanya bisa bersifat universal dan mempengaruhi hukum privat dan publik internasional. Hukum perbankan Islam yang sekarang digunakan di seluruh  dunia, diakui sebagai sistem hukum khusus dalam dunia perbankan. Hukum  Perbankan Islam itu digunakan oleh banyak bank di negara-negara Eropa dan Asia, meski mereka bukan pemeluk Islam.

Senat Philipina misalnya mengesahkan Republic Act on establishment of the Islamic Bank of Philippine yang menggunakan hukum perbankan Islam. Padahal konsitusi  Philipina secara tegas menyebutkan bahwa Philipina adalah sebuah Republik Sekuler yang memisahkan agama dengan negara.

Muchtar Kusumaatmadja mengakui bahwa sumbangan terbesar hukum Islam kepada hukum intenasional publik adalah hukum perang dan damai. Sebagian besar konvensi hukum perang internasional yang sekarang berlaku diadopsi dari hukum Islam, karena  syari'ah mengatur  hal  itu. Sementara bagi bangsa Romawi, perang adalah bumi hangus, tidak ada hukum dalam perang, yang ada adalah kemenangan atau kekalahan. Hal yang sering menimbulkan kesalahpahaman adalah syari'ah adalah norma hukum dalam ajaran Islam yang kemudian membentuk sistem hukum dunia. Masalahnya tidak semua agama mempunyai norma hukum seperti syari 'ah, apalagi membentuk sistem hukum yang berdiri sejajar dengan hukum dunia yang lain. Hanya agama Islam, Yahudi dan Hindu yang membentuk sistem hukum. Diantara ketiganya, hukum Islam yang paling berpengaruh sampai kini.

Makanya mata kuliah Hukum Islam diajarkan dimana saja di fakultas hukum, termasuk di Eropa, Amerika dan Amerika Latin. Sementara agama Kristen, Buddha  dan Shinto tidak mengandung norma hukum dan tidak melahirkan sistem hukum selama perkembangan sejarahnya.

Doktrin dalam berbagai konsili itu dinamakan Hukum Kanonik Gereja Katolik. Namun seiring dengan Renaissance, pengaruh itu kian berkurang. Proses sekularisasi Eropa mendorong sekularisasi di bidang hukum, pengaruh gereja dalam pembentukan norma hukum makin memudar.

Di fakultas hukum manapun di dunia ini tidak diajarkan hukum Kristen, Hukum  Buddha atau Hukum Shinto. Agama-agama tersebut tidak membentuk sistem hukum. Sistem Hukum Kristen misalnya memang tidak ada di dunia ini. Jesus sendiri mengacu  dan mentaati hukum Taurat seperti disebutkan dalam Al-Kitab.

Secara sosiologis dan historis, hukum Islam tetap mempengaruhi para pemeluknya  dari dulu sampai sekarang. Hukum Islam adalah the living law. Meskipun agama Kristen tidak membentuk sistem hukum, namun setelah Imperium Romawi memeluk Kristen, doktrin Kristen mempengaruhi Romawi.

Bagaimanakah hukum Islam di  Indonesia? 
Sejak kedatangan Islam pengaruh hukum  Islam itu cukup besar kepada masyarakat suku di Nusantara. Ditingkat yang paling awal, pengaruh hukum Islam itu terletak di bidang peribadatan dan hukum kekeluargaan. Ketika terbentuk kerajaan-kerajaan Islam Nusantara, pengaruh hukum Islam makin besar karena dijadikan sebagai rujukan utama pembentukan hukum. Pengaruh itu terasa di bidang hukum tatanegara, hukum pidana, perdata dan publik lainnya.

Transformasi syari'ah ke dalam hukum kerajaan-kerajaan Nusantara dilakukan melalui kitab-kitab fiqih yang dijadikan pegangan oleh para ulama. Sebagian lagi ditransformasikan langsung ke dalam hukum positif kerajaan tersebut dalam bentuk Qanun, yang selanjutnya membentuk sistem peradilan.

Dalam melakukan transformasi itu, kaidah-kaidah hukum kebiasaan hukum adat juga dijadikan sebagai sumber rujukan pembentukan norma hukum. Raja Malaka yang memeluk Islam, Parameswara, membentuk hukum laut yang sangat menarik. Namanya Qanun Laut Kesultanan Malaka. Qanun Laut Kesultanan Melaka itu sangat menarik, mengingat posisi Melaka sebagai negara yang bertanggungjawab atas keamanan Selat Melaka. Qanun yang diciptakan oleh kerajaan-kerajaan Islam Nusantara itu sangat banyak, belum terhimpun dengan baik, walau sudah ada beberapa riset tentang hal itu.

Kesultanan Cirebon misalnya mempunyai Pepakem yang berisi hukum positif kesultanan itu. Hukum tatanegara pasti berlaku di kesultanan-kesultanan itu, mulai dari Kesultanan Ternate dan Tidore, Buton, Goa Tallo dan Makassar.

Penelitian tentang ketatanegaraan Demak, Pajang dan Mataram Islam memang belum banyak dilakukan. Namun pasti norma-norma hukum Islam dibidang perkawinan berlaku di Mataram  Islam, juga hukum jual beli.

Ketika VOC mulai menguasai tanah Jawa, mereka meminta Prof De Friejer untuk menghimpun hukum yang berlaku di tanah Jawa. Prof Priejer menerbitkan kompilasinya tahun 1660 yang ternyata kompediumnya itu berisi hukum Islam yang disana sini mengadopsi hukum adat Jawa.

Dari berbagai ilustrasi tadi, saya  ingin menunjukkan bahwa sejak ratusan tahun yang lalu, syari'ah itu telah menjadi sumber hukum dan rujukan dalam pembentukan hukum dalam sejarah hukum di tanah air kita.
Pertanyaannya  kini  adalah  setelah  kita  merdeka  dan  membentuk  sebuah republik yang demokratis, dimanakah posisi syari'ah itu? 
Kemerdekaan kita sebagai sebuah bangsa belum banyak mengubah wajah hukum kita. Dari sudut pandang hukum, negara RI adalah penerus Hindia Belanda. Semua  peraturan kolonial, kita nyatakan masih berlaku sebelum diadakan aturan yang baru menurut UUD45. Itu diatur dalam pasal peralihan UUD45.

Meski demikian, hindia belanda dahulu mengakui keberlakuan hukum Islam walau terbatas pada hukum perkawinan  dan  hukum  kewarisan.  Sementara  hukum  Islam  di bidang peribadatan tidak dicampuri pemerintah kolonial. Bidang ini mereka  anggap sensitif kalau diintervensi, sementara untuk bidang hukum publik, pemerintah kolonial merumuskan norma hukum berdasarkan konstitusi Belanda. Di bidang hukum privat pemerintah kolonial membagi penduduk hindia belanda dalam 3 golongan.

Golongan Eropa tunduk pada BW dan aturan-aturan lainnya Golongan Timur Asing tunduk pada hukum adat mereka, kecuali mereka sukarela menundukkan diri pada hukum golongan Eropa - Golongan Inlander - atau bumiputra mereka tunduk pada hukum adat mereka masing-masing.

Pemerintah Hindia Belanda katakan golongan Inlander tunduk pada hukum adatnya, bukan tunduk pada hukum Islam, meskipun mereka taat kepada agama Islam. Kebijakan Belanda tersebut terkait erat dengan politik devide et impera untuk memecah belah kaum bumiputra. Belanda tidak akui hukum Islam berlaku, karena jika hukum Islam berlaku akan menyatukan semua suku bangsa yang beragama  Islam.

Dengan mendukung hukum adat, maka belanda mudah memecah belah mereka sejak awal abad 20, Pemerintah Hindia Belanda mengikuti teori-teori van Vollenhoven  dan Snouck Hurgronje yang mengatakan bahwa yang berlaku di kalangan Inlander bukanlah hukum Islam melainkan hukum adat. Hukum Islam baru berlaku apabila telah diterima atau "direcipier" oleh hukum adat.

Pendapat-pendapat seperti itu di dalam kemerdekaan dibantah oleh para ahli hukum adat sendiri seperti Prof Hazairin. Beliau mengatakan sebaliknya Hukum Adat baru berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan hukum Islam. Hal itu disadari oleh orang Islam.

Secara faktual, hukum Islam adalah hukum yang hidup atau the living law dalam masyarakat Indonesia. Sebagai The living law, hukum Islam itu menjadi bagian dari kesadaran hukum rakyat yang tidak bisa diabaikan sebagai kesadaran hukum, maka negara demokratis manapun di dunia ini tidak dapat mengabaikan kesadaran hukum itu.

Karena itu, Republik Philipina yang secara konstitusinya menyatakan dirinya  sebagai negara sekular, belum lama ini mencabut UU Kontrasepsi. Sebab apa? Sebab mayoritas penduduk yang beragama Katolik menentang kontrasepsi sesuai doktrin gereja yang diyakini mayoritas rakyat. Tugas negara dalam merumuskan kaidah hukum adalah mengangkat kesadaran hukum yang hidup dikalangan rakyatnya sendiri menjadi hukum positif.

Dengan demikian, negara tidak melawan kesadaran hukum rakyatnya sendiri, apalagi negara itu menganut kedaulatan rakyat dan demokrasi. Dalam konteks seperti itu jugalah hendaknya negara RI – negara adalah satu-satunya institusi – yang diberi wewenang untuk memformulasikan norma hukum. Karena itu, Alm. Ismail Saleh mengatakan sumber hukum dalam pembentukan hukum nasional kita adalah hukum Islam (syari'ah), hukum adat, Hukum eks kolonial Hindia Belanda yang telah diterima oleh masyarakat Indonesia, serta konvensi-konvensi internasional yang sudah kita ratifikasi.

Kebijakan pembangunan norma hukum di negara kita ini haruslah mempertimbangkan kemajemukan bangsa kita. Karena itu di bidang hukum privat, khususnya hukum kekeluargaan, kita harus memberlakukan berbagai jenis hukum sesuai kemajemukan tersebut.

Hukum Perkawinan dan Kewarisan misalnya mustahil untuk dapat disatukan dan diberlakukan kepada semua orang. Maka biarlah ada kemajemukan. Bagi orang Islam, negara  memberlakukan hukum perkawinan dan kewarisan Islam yang harus dituangkan dalam bentuk undang-undang. Begitu juga Negara dapat mengangkat hukum kewarisan adat bagi komunitas adat tertentu, sesuai kesadaran hukum mereka.

Sejalan dengan konsep negara kesatuan, di bidang hukum publik, sejauh mungkin negara merumuskan satu jenis hukum yang belaku buat semua orang. Hukum Lalu Lintas misalnya tidak mungkin ada beberapa jenis hukum yang diberlakukan secara bersamaan. Begitu pula di bidang hukum pidana dan hukum administrasi negara harus ada satu jenis hukum yang berlaku bagi  semua orang. Dengan demikian, di bidang hukum publik kita memberlakukan unifikasi hukum. Sedang di bidang hukum privat kita hormati kemajemukan.

Dalam konteks merumuskan norma hukum publik yang bersifat unifikasi itu, kita merujuk kepada sumber-sumber hukum, yakni syari'ah, hukum adat, Hukum eks kolonial yang sudah diterima dan konvensi-konvensi internasional yang sudah kita ratifikasi. Ketika sudah disahkan menjadi undang-undang, maka yang berlaku itu tidak lagi disebut syari'ah, hukum adat  atau  hukum  eks  kolonial, tetapi UU RI. Undang-Undang Republik Indonesia itulah hukum positif yang berlaku di negara ini yang asalnya digali dari sumber-sumber hukum dengan mengingat kebutuhan hukum.

Apakah dengan berlakunya hukum  Islam di bidang privat dan transformasi asas-asas syari'ah ke dalam hukum publik, Indonesia kemudian menjadi sebuah "negara  Islam"? Bagi saya tidak. Negara ini tetaplah Negara RI dengan landasan falsafah bernegara Pancasila.

Sama halnya dengan dijadikannya hukum adat di bidang privat dan ditransformasikannya hukum adat ke dalam hukum publik, tidaklah menjadikan Negara RI ini berubah menjadi Negara Adat. Negara ini tetaplah Negara RI dengan Pancasila sebagai landasan falsafah bernegaranya.

Selama ini kita gunakan KUHP yang asalnya adalah Code Penal Napoleon yang diadopsi oleh Belanda dan diberlakukan di sini. Tetapi negara kita tidak pernah berubah menjadi Negara Napoleon. Tetap saja negara kita Negara RI.

Itulah penjelasan saya tentang Syari'ah Islam dalam pembangunan hukum Indonesia. Semoga ada manfaatnya.

“Indonesia tetap Indonesia, Syari’ah tetap syari’ah.
Mari kita wujudkan Indonesia bersarikan Transformasi Syari’ah.”

*) Yusril Ihza Mahendra (YIM) adalah Majlis Syuro Partai Bulan Bintang (PBB).

January 24, 2014

Apakah Hakim MK Negarawan yang Memahami Konstitusi?
oleh: Yusril Ihza Mahendra
Kali ini Mahkamah Konstitusi (MK ) lagi-lagi bikin putusan blunder. Di satu pihak nyatakan beberapa pasal UU Pilpres bertentangan dengan UUD 1945, setelah itu menyatakan bahwa pasal-pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Tetapi, menyatakan pemilu serentak baru berlaku untuk Pemilu 2019 dan seterusnya. Padahal, MK tahu bahwa "putusan MK itu berlaku seketika setelah diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum."

Kalau putusan itu berlaku seketika, namun baru belaku di Pemilu 2019 dan seterusnya, maka Pemilu 2014 dilaksanakan dengan pasal-pasal UU Pemilu yang inkonstitusional. MK tahu bahwa melaksanakan Pemilu dengan pasal-pasal UU yang inkonstitusional, hasilnya juga inkonstitusional. Konsekuensinya, DPR, DPD, DPRD dan Presiden serta Wapres terpilih dalam Pileg dan Pilpres 2014 yang juga inkonstitusional.

Tapi, MK menutupi inkonstitusionalitas putusannya itu dengan merujuk putusan-putusan senada yang diambil oleh MK sebelumnya. Dengan merujuk pada putusan yang nyata-nyata salah itu, MK dalam pertimbanan hukumnya, nyatakan Pileg dan Pilpres 2014 adalah sah. Meskipun dilaksanakan dengan pasal-pasal UU Pilpres yang sudah dinyatakan bertentangan dg UUD 1945 dan telah dinyatakan tidak punya kekuatan hukum mengikat.

Saya justru mempertanyakan apakah benar semua hakim MK itu adalah "negarawan yg memahami konstitusi" seperti dikatakan oleh UUD 1945? Jawaban saya "entahlah". Kenyataannya seperti itulah MK.
Bayangkan ada putusan yang telah diambil setahun lalu, baru dibacakan hari ini. Sementara 3 hakimnya sudah berganti. Pembacaan putusan seperti itu aneh bin ajaib. Harusnya MK sekarang bermusyawarah lagi, siapa tahu hakim yg baru pendapatnya berbeda. Dulu ada Mahfud, Akil dan Ahmad Sodiki yang memutus, sekarang sudah tidak jadi hakim MK lagi. Sudah ada Hidayat dan Patrialis penggantinya.

MK tampak seperti dipaksa-paksa untuk membacakan putusan permohonan Effendi Ghazali dkk., yang dampak putusannya tidak seluas permohonan saya. Dengan dibacakan putusan EG dkk., maka permohonan saya seolah kehilangan relevansi untuk disidangkan. Inilah hal-hal misterius dalam putusan MK kemarin yang tetap menjadi tanda tanya yang tak kunjung terjawab sampai hari ini. Sekian.
Yang mau kutip atau sebar, silahkan.

Sent from my BlackBerry® via Smartfren EVDO Network


January 20, 2014

Figur Ulul Albab; otak Jerman, hati Mekkah
Sudah membaca buku kisah "Ainun dan Habibie" atau bahkan sudah menonton filmnya? Mungkin kebanyakan anda lebih tertarik dan tersentuh dengan kisah romantis kesetiaan sepasang suami istri, namun justru yang saya rasakan di sepanjang tulisan dalam buku dan film, adalah sebuah pertunjukan "peperangan" dari seorang anak bangsa kepada kebijakan pemerintahnya yang tidak berdaulat dan "tamparan" bagi budaya bangsanya yang tidak mandiri di atas tanah airnya sendiri.

Pada paruh tahun 80an akhir, sosok Habibie menjelma menjadi idola dan simbol sosok intelektual yang shalih. Seorang intelektual yang mumpuni diakui dunia barat, yang secara material sudah kaya karena royalti dari rancangan sayap pesawat terbang yang terus mengalir seumur hidup, dan digambarkan sebagai sosok yang taat dan rajin beribadah, bahkan tidak pernah meninggalkan puasa sunnah hari Senin dan Kamis.

Pada masanya bahkan masih sampai kini, sosok ini menjadi model bagi banyak sekolah dan lembaga pendidikan Islam, dengan jargon "mencetak cendekiawan yang berotak Jerman dan berhati Mekkah". Beberapa pihak bahkan menyebut sekolahnya sebagai lembaga yang mencetak Ulil Albab. Bisa jadi karena sedikit banyak sosok Habibie waktu masa itu dianggap pantas sebagai model Ulil Albab dalam perspektif cendekiawan.

Begitulah, "ruh intelektual" dari sosok Habibie nampaknya lebih kental dikenal dari "ruh pejuang". Makna Ulil Albab pun menyempit menjadi makna seorang cendekiawan pandai yang memiliki kesalihan personal.

Efeknya adalah lahirlah konsep2 pendidikan Islam yang berupaya memadukan kedua sisi itu dengan nama "IMTAQ dan IPTEK", dengan ciri khas bergedung hebat, berorientasi mecusuar dan elitis alias terpisah dari masyarakatnya, sebagaimana pusat menara gading para intelektual.

Apa yang salah? Mungkin tiada yang salah, namun yang kurang adalah memunculkan "ruh perlawanan" untuk membebaskan bangsanya dari penindasan bangsa lain dan memperjuangkannya menjadi bangsa yang berdaulat dan mandiri. Sesungguhnya itulah esensi semangat dari Habibie muda.

Benarkah Habibie hanya seorang Intelektual atau Cendekiawan saja?
Sejak menginjakkan kaki di Jerman, yang ada di kepala Habibie adalah membuat pesawat untuk Indonesia, untuk mensejahterakan bangsanya, untuk keadilan sosial di negerinya. Hanya itu! Bukan sebagaimana cita2 para mahasiswa hasil gemblengan pendidikan berorientasi kelas pekerja, yaitu bekerja di perusahaan besar dengan gaji besar.

Habibie muda sadar dengan potensinya di masa depan. Ia mendatangi pemerintah dan menawarkan untuk membangun Industri Pesawat sendiri. Mental demikian mustahil lahir dari jiwa2 yang tidak merdeka dan tidak mencintai Indonesia.

Soekarno dan pemerintahannya tidak mendengar jelas suara itu. Maka, habibie muda melakukan perlawanan. Ia bekerja di negeri Jerman, hasil karyanya begitu dihargai. Bahkan sindiran2 tentang Indonesia, seakan sirna dengan karya-karya yang dibuat oleh Habibie.

Rezim Soekarno berubah menjadi Rezim Soeharto. Nama habibie yang sudah meroket di luar negeri, membuat ketertarikan rezim pemerintahan Soeharto. Yang ingin dilakukan Soeharto adalah menjadikan Indonesia menjadi macan di asia. Maka, ia membutuhkan hal2 yang mendukung itu. Teknologi salah satunya.

Habibie pun dipanggil. Dia diminta memimpin proyek industri transportasi Indonesia. Lagi-lagi habibie, melihat jeli masa depan Indonesia yang jaya. Ia yakin benar, bila Industri Strategis dikembangkan sedemikian rupa, maka Indonesia yang terdiri atas 17.000 kepulauan ini berubah menjadi pesat. Mantan ketua umum ICMI ini, menyadari bahwa selaiknya potensi besar negeri ini disadari.

Visi Habibie terhadap teknologi adalah agar bangsa ini berdaulat, agar pulau2 terpencil bisa terhubung dan sejahtera, agar putra bangsa bisa membuat sendiri pesawat yang murah namun canggih sesuai kebutuhan bangsa ini. Bandingkan dengan visi teknologi dari mobil nasional, robot nasional dsbnya yang hanya berorientasi industri semata.

“I have some figures which compare the cost of 1kg of airplane compared to 1kg of rice. 1kg of airplane costs $30000 and 1kg of rice is $0,07. And if you want to pay for your 1kg of high-tech products with a kg of rice, I don’t think we have enough.” (Sumber : BBC: BJ Habibie Profile -1998.)

Kalimat diatas merupakan senjata Habibie untuk berdebat dengan lawan politiknya. Habibie ingin menjelaskan mengapa industri berteknologi itu sangat penting. Dan ia membandingkan harga produk dari industri high-tech (teknologi tinggi) dengan hasil pertanian. Ia menunjukkan data bahwa harga 1 kg pesawat terbang adalah $30.000 dan 1 kg beras adalah 7 sen. Artinya 1 kg pesawat terbang hampir setara dengan 450 ton beras. Jadi dengan membuat 1 buah pesawat dengan massa 10 ton, maka akan diperoleh 4,5 juta ton beras.

Jadi Habibie sungguh-sungguh menginginkan bangsa ini berdaulat, bukan sekedar mempelajari dan membuat teknologi yang tidak ada kaitannya dengan kondisi bangsa kini dan masa depan.

Proyek pesawat terbang, gatotkaca mengguncang dunia. Barat melalui media, berupaya melunturkan semangat kebangkitan Indonesia. Bahkan, Soeharto yang arogan itu, kini menjadi musuh masa depan bagi Kapitalisme Eropa dan Amerika.

Dikisahkan, kritik terhadap permainan Korupsi terlihat. Bagaimana mudahnya cara-cara tender kotor sering dilakukan. Habibie mengkritik itu semua. Siapa yang tidak tahu semua Partai dan Pengusaha menghalalkan konspirasi tender proyek pemerintahan untuk logistik pemilu mereka.

Jujur, Indonesia tidak pernah kekurangan para Teknokrat yang memiliki kapasitas keilmuan di atas teknokrat barat. Indonesia memliki pula para Politikus ulung yang bersahaja, taqwa bahkan jenius dalam membuat kebijakan pro-rakyat. Indonesia memiliki para ahli kesehatan yang sangat konsen dalam menyelesaikan krisis kesehatan dan penyakit. Bahkan, bila diberikan keleluasaan dan peluang bisa jadi Obat HIV/AIDS itu dapat ditemukan.

Potensi Indonesia ini begitu besar. Sangat besar sebesar luasnya wilayah teritorial Indonesia. Inilah pentingnya ruh perjuangan dan pembebasan atas penindasan dan penguatan kemandirian bangsa ditanamkan di sekolah-sekolah. Lihatlah bagaimana ruh intelektual berpadu dengan ruh pembebasan atas penindasan ini nampak pada sosok HOS Cokroaminoto, Ahmad Dahlan, Ki Hadjar Dewantoro, M. Hatta, Kartini dsb.

Alangkah jahatnya (bukan lucunya) para pemimpin negeri ini. Mereka kurang bersahabat dengan nurani dan tidak mensyukuri karunia ilahi atas Indonesia. Politik kotor telah jadi kebiasaan dan dihalalkan atas nama kepentingan kelompok. NeoKapitalisme telah subur dan mencengkram. Diperparah oleh sekolah dan lembaga pendidikan yang hanya berorientasi melahirkan intelektual atau kelas pekerja. Padahal sejatinya pendidikan melahirkan jiwa-jiwa pembebas penindasan negeri ini melalui beragam potensi yang dimiliki anak-anak Indonesia, teknologi adalah salah satunya.

Alhasil, sampai kapanpun maka Indonesia akan jalan ditempat. Kita tidak sekedar butuh banyak habibie baru, tetapi mereka yang berani berkata benar, memberikan kemampuannya dengan keseriusan dalam membangun negeri, dan tentu negeri yang besar tidak akan melupakan Tuhannya. Maka, sepatutnya lahir para birokrat, politikus, teknokrat, ilmuwan dan akademisi serta kaum muda yang mau berjuang untuk membebaskan negeri ini karena Allah SWT

Lihatlah bagaimana Habibie dengan kecintaannya pada Technology berhasil memadukannya dengan kecintaan pada Indonesia, kecintaan pada bangsa Indonesia dan kecintaan pada keluarganya. Semuanya adalah karunia Allah swt yang mesti disyukuri secara terpadu dengan perjuangan sampai mati. Bukan kecintaan pada kelompok dan golongan, dengan mengatasnamakan cinta pada Indonesia.

Kita semua yang masih mencintai negeri ini tentu merasa sedih dan terpukul ketika menyaksikan Habibie ditemani Ainun masuk ke dalam hanggar pesawat di PTDI, menyaksikan pesawat CN235. karya anak bangsa yang diperjuangkan dengan jiwa dan raga, teronggok bagai besi tua. Tiada yang berteriak membela, tiada yang peduli. Semua bungkam masa bodoh. Sambil memegang tangan Ainun, Habibie berkata: "Maafkan aku untuk waktu-waktu mu dan anak-anak yang telah kuambil demi cita-cita ini"

Sesungguhnya kita tidak sedang menangisi Habibie, tetapi sesungguhnya kita seolah sedang ditampar oleh Habibie, kita sedang menangisi diri sendiri, menangisi ketidakmampuan kita untuk menjadi seperti Habibie atau membuat pendidikan yang banyak melahirkan Habibie.

Menjadi seperti Habibie, bukan untuk menjadi intelektual seperti Beliau, namun untuk memiliki cinta murni yang sama, yaitu Cinta pada potensi unik pribadi kita, Cinta pada Bangsa ini, Cinta pada Alam Indonesia, Cinta pada Keluarga, Cinta pada Allah Swt, Cinta pada semua karunia yang ada lalu kemudian memadukannya dalam Perjuangan di Jalan Allah untuk membebaskan bangsa dan manusia demi Peradaban yang lebih adil dan damai. Habibie menyebutnya keterpaduan ini dengan Manunggal.
Habibie berkata:

”Manunggal adalah ”Compatible” atau kesesuaian, Karena dalam cinta sejati terdapat empat elemen berupa, Cinta yang mumi, cinta yang suci, cinta yang sejati dan cinta yang sempurna.

sumber