oleh: Yusril Ihza Mahendra
Kali ini Mahkamah Konstitusi (MK ) lagi-lagi bikin putusan blunder. Di satu pihak nyatakan beberapa pasal UU Pilpres bertentangan dengan UUD 1945, setelah itu menyatakan bahwa pasal-pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Tetapi, menyatakan pemilu serentak baru berlaku untuk Pemilu 2019 dan seterusnya. Padahal, MK tahu bahwa "putusan MK itu berlaku seketika setelah diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum."
Kalau putusan itu berlaku seketika, namun baru belaku di Pemilu 2019 dan seterusnya, maka Pemilu 2014 dilaksanakan dengan pasal-pasal UU Pemilu yang inkonstitusional. MK tahu bahwa melaksanakan Pemilu dengan pasal-pasal UU yang inkonstitusional, hasilnya juga inkonstitusional. Konsekuensinya, DPR, DPD, DPRD dan Presiden serta Wapres terpilih dalam Pileg dan Pilpres 2014 yang juga inkonstitusional.
Tapi, MK menutupi inkonstitusionalitas putusannya itu dengan merujuk putusan-putusan senada yang diambil oleh MK sebelumnya. Dengan merujuk pada putusan yang nyata-nyata salah itu, MK dalam pertimbanan hukumnya, nyatakan Pileg dan Pilpres 2014 adalah sah. Meskipun dilaksanakan dengan pasal-pasal UU Pilpres yang sudah dinyatakan bertentangan dg UUD 1945 dan telah dinyatakan tidak punya kekuatan hukum mengikat.
Saya justru mempertanyakan apakah benar semua hakim MK itu adalah "negarawan yg memahami konstitusi" seperti dikatakan oleh UUD 1945? Jawaban saya "entahlah". Kenyataannya seperti itulah MK.
Bayangkan ada putusan yang telah diambil setahun lalu, baru dibacakan hari ini. Sementara 3 hakimnya sudah berganti. Pembacaan putusan seperti itu aneh bin ajaib. Harusnya MK sekarang bermusyawarah lagi, siapa tahu hakim yg baru pendapatnya berbeda. Dulu ada Mahfud, Akil dan Ahmad Sodiki yang memutus, sekarang sudah tidak jadi hakim MK lagi. Sudah ada Hidayat dan Patrialis penggantinya.
MK tampak seperti dipaksa-paksa untuk membacakan putusan permohonan Effendi Ghazali dkk., yang dampak putusannya tidak seluas permohonan saya. Dengan dibacakan putusan EG dkk., maka permohonan saya seolah kehilangan relevansi untuk disidangkan. Inilah hal-hal misterius dalam putusan MK kemarin yang tetap menjadi tanda tanya yang tak kunjung terjawab sampai hari ini. Sekian.
Yang mau kutip atau sebar, silahkan.
Sent from my BlackBerry® via Smartfren EVDO Network
0 comments: