June 23, 2015

Tahniyah (ucapan selamat) pada Dua 'Ied
Selamat pagi kawan blogger semua. Setelah sekian lama tidak posting artikel, kini saya ingin sharing tulisan Amin Saefullah Muchtar tentang Tahniyah (ucapan selamat) pada Dua 'Ied. Karena saat ini kita sudah memasuki bulan Mulia, Ramadhan 1436 H. yang notabene akan lanjut ke tahap Iedul Fithri. Dan perlu sekali dibahas tentang ungkapan apa yang menjadi sunnah ketika 'iedain (dua 'ied, 'iedul fithri dan 'iedul adha) itu berlangsung. Yuk kita simak artikelnya.

Pengertian Tahniyah
Secara bahasa tahniyah (التَّهْنِئَةُ) sebalik dari ta’ziyah (التَّعْزِيَةُ). Maksudnya tahniyah artinya ucapan selamat, sedangkan ta’ziyah artinya ucapan bela sungkawa (berduka cita). Lihat, Mu’jam Maqayis al-Lughah, VI:68

Adapun secara istilah, makna tahniyah secara umum tidak berbeda dengan makna bahasa, namun dilihat dari konteks peristiwa istilah tahniyah memiliki beberapa makna spesifik (khusus). Seperti tabrik (mendoakan berkah), tabsyir (memberi kabar baik), tarfiah (ucapan selamat nikah), dan lain-lain.

Hukum Tahniyah Secara Umum
Secara umum hukum tahniyah adalah mustahab (sunat), karena
(1)   Tahniyah merupakan perpaduan antara tabrik dan doa dari seorang muslim kepada sesama muslim lainnya atas perkara yang menggembirakan dan disenanginya.
(2)   Pada tahniyah terdapat mawaaddah (saling mencintai), tarahum (saling mengasihi), dan ta’athuf (saling menaruh simpati) di antara kaum muslim.

Anjuran umum menyampaikan tahniyah kepada sesama muslim ketika mendapatkan kenikmatan diungkap didalam Alquran:
كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
(Dikatakan kepada mereka): "Makan dan minumlah dengan enak sebagai balasan dari apa yang telah kamu kerjakan", Q.s. Thur:19

Sedangkan dalam hadis diperoleh dari beberapa peristiwa, antara lain
عَنْ أَنَسٍ ، قَالَ : أُنْزِلَتْ عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم : {إِنَّا فَتَحْنَا لَك فَتْحًا مُبِينًا} إِلَى آخِرِ الآيَةِ ، مَرْجِعَهُ مِنَ الْحُدَيْبِيَةِ ، وَأَصْحَابُهُ مُخَالِطُو الْحُزْنِ وَالْكَآبَةِ ، قَالَ : نَزَلَتْ عَلَيَّ آيَةٌ هِيَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا جَمِيعًا ، فَلَمَّا تَلاَهَا رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، قَالَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ : هَنِيئًا مَرِيئًا ، قَدْ بَيَّنَ اللَّهُ مَا يُفْعَلُ بِكَ ، فَمَاذَا يُفْعَلُ بِنَا ؟ فَأَنْزَلَ اللَّهُ الآيَةَ الَّتِي بَعْدَهَا : {لِيُدْخِلَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأَنْهَارُ} حَتَّى خَتَمَ الآيَةَ.
Dari Anas, ia berkata, “Telah diturunkan ayat Inna fatahnaa laka fathan mubinan (al-Fath:1) kepada rasul ketika kembali dari Hudaibiyah, dan para sahabatnya larut dalam kesedihan. Beliau bersabda, ‘Telah turun ayat kepadaku yang lebih aku cintai daripada dunia dan seluruh isinya. Ketika Rasulullah saw. membacanya, seorang laki-laki dari kaum itu berkat, ‘selamat lagi baik akibatnya, sungguh Allah telah menjelaskan apa yang akan diperbuat-Nya kepada Anda, apa yang akan diperbuat kepada kami? Maka Allah menurunkan ayat setelahnya: liyudkhilal mu’minina…hingga akhir ayat’. (H.r. Ahmad, al-Musnad, III:252, No. 13.664, Ibnu Abu Syaibah, al-Mushannaf, VII:408, No. 36.937, Ibnu Hiban, Shahih Ibn Hiban, II:93, No. 371, Abu Ya’la, al-Musnad, V:385, No. hadis 3045)

Demikian pula peristiwa Ka’ab bin Malik yang tertinggal dari perang Tabuk, yaitu ketika Allah swt menurunkan beberapa ayat di akhir-akhir surat At-Taubah tentang diterimanya taubat Ka’ab bin Malik bersama dua orang kawannya, Rasulullah saw. dan para shahabat segera memberi kabar gembira kepada Ka’ab bin Malik dan mereka (para shahabat) mengucapkan selamat kepadanya. (H.r. al-Bukhari dan Muslim dalam hadis yang panjang tentang kisah Ka’ab bin Malik yang tertinggal dari perang Tabuk).

Tahniyah Ied
Sebagaimana yang kita maklumi bahwa syariat Iedul Fitri dan Iedul Adha mulai diberlakukan tahun ke-2 H. Bila kita hitung sejak saat itu hingga akhir hayat Nabi tinggal di Madinah, berarti beliau sempat melaksanakan syariat Iedul Fitri dan Iedul Adha sebanyak sembilan kali. Iedul Fitri perdana, hari Senin, 1 Syawal 2 H/26 Maret 624 M. sedangkan iedul Fitri terakhir hari Senin, 1 Syawal 10 H/30 Desember 631 M.

Meskipun demikian, secara periwayatan tentang doa tahniyah ied, dari kesembilan kali ied itu, kami hanya menemukan satu riwayat yang menerangkan bentuk doa khusus yang katanya diucapkan oleh Rasulullah saw. ketika bertemu dengan sahabatnya di saat ied. Watsilah bin al-Asqa’ berkata:
لَقِيتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَوْمَ عِيدٍ فَقُلْتُ تَقَبَّلَ الله ُ مِنَّا وَمِنْكَ. فَقَالَ : نَعَمْ تَقَبَّلَ الله مِنَّا وَمِنْكَ
“Aku bertemu dengan Rasulullah saw. pada waktu Ied, aku mengucapkan: taqabbalallah minnaa waminka (Mudah-mudahan Allah menerima ibadah kami dan anda). Beliau menjawab,' Ya, taqabbalallah minnaa waminka (mudah-mudahan Allah menerima ibadah kami dan anda)”. (H.r. al-Baihaqi, as-Sunan al-Kubra, III:319, No. hadis 6088, dan Ibnu Adi (al-Kamil fi Dhu’afa ar-Rijal, VI:271) dengan redaksi:
يَا رَسُوْلَ اللهِ تَقَبَّلَ الله ُ مِنَّا وَمِنْكَ ، قَالَ : نَعَمْ تَقَبَّلَ الله مِنَّا وَمِنْكَ
“Wahai Rasulullah, taqabbalallah minnaa waminka (Mudah-mudahan Allah menerima ibadah kami dan anda). Beliau menjawab, 'Ya, taqabbalallah minnaa waminka (mudah-mudahan Allah menerima ibadah kami dan anda)”

Kedua redaksi di atas diriwayatkan melalui Muhamad bin Ibrahim asy-Syami, dari Baqiyyah bin al-Walid, dari Tsaur, dari Khalid bin Ma’dan, dari Watsilah bin al-Asqa.

Namun hadis ini daif, bahkan maudhu’ (palsu), karena diriwayatkan oleh seorang pemalsu hadis bernama Muhamad bin Ibrahim asy-Syami. Kata Ibnu Adi, “Dan ini adalah munkar, saya tidak mengetahui yang meriwayatkan hadis itu dari Baqiyyah selain Muhamad bin Ibrahim ini” (al-Kamil fi Dhu’afa ar-Rijal, VI:271). Kata Ibnu Hiban, “Muhamad bin Ibrahim asy-Syami Abu Abdullah seorang kakek, dia berkeliling/tinggal di Irak dan bertetangga dengan ‘abadan, dia memalsu hadis atas nama orang-orang Syam. Tentang dia telah dikabarkan kepada kami oleh Abu Ya’la, al-Hasan bin Sufyan, dan lain-lain: Tidak halal periwayatan darinya kecuali sekedar I’tibar (penelitian). Kata ad-Daraquthni, ‘Dia pendusta’. Kata Abu Nu’aim, “Dia meriwayatkan hadis-hadis palsu dari al-Walid bin Muslim, Syu’aib bin Ishaq, Baqiyyah, dan Suwaid bin Abdul Aziz’. Kata Ibnu ‘Adi, ‘Munkar al-Hadits dan seluruh hadis-hadisnya tidak terpelihara’.” Al-Majruhin, II:301

Dengan demikian, dapat diyakini bahwa tidak ditemukan satu bentuk doa khusus yang diucapkan oleh Rasulullah saw. ketika bertemu dengan para sahabatnya di saat ied.

Demikian pula riwayat yang menyatakan sebaliknya, yaitu saling mengucapkan doa taqabbalallah minnaa waminkum pada hari raya itu adalah perbuatan ahli kitab sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi (as-Sunan al-Kubra, III:319, No. hadis 6091), Ibnul Jauzi (al-Ilal al-Mutanahiyah, II:548), Ibnu Asakir (Tarikh Dimasyqa, XXXIV:97-98), melalui Nu’aim bin Hammad, dari Abdul Khaliq bin Zaid, dari Makhul, dari Ubadah bin as-Shamith, statusnya daif pula karena tiga sebab:

Pertama, rawi Ni’aim bin Hamad. Kata Ibnu Hajar, “Dia shaduq, banyak keliru” Tahdzib at-Tahdzib, X:462)
Kedua, rawi Abdul Khaliq bin Zaid bin Waqid ad-Dimasyqi. Kata Imam al-Bukhari, “Munkarul Hadits” as-Sunan al-Kubra, III:320)
Ketiga, periwayatan Makhul dari Ubadah bin Shamith inqitha (terputus), karena Makhul tidak pernah menerima hadis dari Ubadah. Jami’ at-Tahshil fi Ahkam al-Marasil, hal. 285

Adapun periwayatan doa tahniyah ied yang kami dapati adalah sebagai perbuatan para sahabat, sebagaimana dijelaskan oleh Jubair bin Nufair:
 كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذاَ إِلْتَقَوْا يَوْمَ العِيدِ يَقُولُ بَعْضُهَا لِبَعْضٍ : تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ. قَالَ الحاَفِظُ إِسْناَدُهُ حَسَنٌ.
Adalah para sahabat Rasulullah saw., apabila saling bertemu satu sama lain pada hari raya ied, berkata yang satu pada yang lainnya, Taqabbalallahu minna wa minkum. (Semoga Allah menerima amal ibadah kami dan engkau). Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan,
رَوَيْنَاهُ فِي الْمَحَامِلِيَاتِ بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ
"Kami telah meriwayatkannya dalam al-mahamiliyat dengan sanad hasan." (Fathul Bari, II:446)

Keterangan:
Al-Mahamiliyat atau disebut juga al-ajzaa al-mahamiliyat dan Amali al-Mahamili, berisi riwayat orang-orang Baghdad dan Asbahan, karya Abu Abdullah al-Husen bin Ismail bin Muhamad al-Baghdadi al-Mahamili (w. 630 H). Lihat, Kasyf azh-Zunun, I:588

Dalam riwayat Abul Qasim al-Mustamli dengan redaksi
تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ
Artinya: Semoga Allah menerima amal ibadah kami dan kalian” Hasyiah at-Thahawi ‘ala al-Maraqi, II:527.

Dalam riwayat lain diterangkan dari Shafwan bin Amr as-Saksaky berkata:
سَمِعْتُ عَبْدَ اللهِ بْنَ بِسْرٍ وَعَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَائِذٍ وَجُبَيْرَ بْنَ نُفَيْرٍ وَخَالِدَ بْنَ مَعْدَانَ يُقَالُ لَهُمْ فِي أَيَّامِ الأَعْيَادِ : تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ, وَيَقُوْلُوْنَ ذَلِكَ لِغَيْرِهِمْ.
Aku mendengar Abdullah bin Bisr, Abdurahman bin 'Aidz, Jubair bin Nufair dan Khalid bin Ma'dan bahwa pada hari-hari ied dikatakan kepada mereka Taqabbalallahu minna waminkum, dan mereka pun mengucapkan seperti itu kepada yang lainnya.

Kata Imam as-Suyuthi, hadis ini diriwayatkan oleh al-Asbahani dalam at-Targhib wat Tarhib I:251. Lihat, Wushul al-Amani bi Ushul al-Tahani, hal. 66

Demikian pula diterangkan oleh Muhamad bin Ziyad, ia berkata:
كُنْتُ مَعَ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ وَغَيْرِهِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ  فَكَانُوْا إِذَا رَجَعُوْا مِنَ الْعِيْدِ يَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ : تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكَ.
"Aku beserta Abu Umamah al-Bahili dan yang lainnya dari kalangan para sahabat Nabi Saw. mereka itu apabila pulang dari shalat Ied saling mengucapkan "Taqabbalallahu minna waminka". (H.r. Ibnu Aqil, al-Fathurrabbani, VI:157)

Sedangkan dalam riwayat Zahir bin Thahir dengan redaksi:
رَأَيْتُ أَبَا أُمَامَةَ البَاهِلِيّ يَقُوْلُ فِي الْعِيْدِ لأَصْحَابِهِ تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ
"Aku melihat Abu Umamah al-Bahili di hari ied berkata pada para sahabatnya "Taqabbalallahu minna waminkum". (Wushul al-Amani bi Ushul al-Tahani, hal. 66)

Amal para sahabat itu diteladani oleh para tabi’in, antara lain sebagai berikut:
Syu'bah bin al-Hajjaj (w. 160 H) berkata:
لَقَيْتُ يُوْنُسَ بْنَ عُبَيْدٍ فَقُلْتُ : تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكَ فَقَالَ لِي مِثْلَهُ.
Aku bertemu dengan Yunus bin Ubaid (w. 139 H) lalu aku berkata, "Taqabbalallahu minna waminka", maka dia pun berkata seperti itu kepadaku. (H.r. at-Thabrani, Wushul al-Amani bi Ushul al-Tahani, hal. 66)

Dari berbagai keterangan di atas dapat diambil kesimpulan:
1. Pengamalan doa tahniyah, baik iedul Fithri maupun iedul Adha, berdasarkan amal sahabat
2. Pengamalan doa ini tidak hanya berlaku hari ied saja (hari itu saja)
3. Redaksi doa tahniyah adalah Taqabbalallahu minna wa minka atauTaqabbalallahu minna wa minkum. Sedangkan tambahan shiyamana wa shiyamakum tidak ditemukan periwayatannya.
4. Doa ini saling diucapkan antara satu dengan yang lain ketika bertemu, bukan sebagai jawaban. Sedangkan membalas doa ini dengan ucapan aamien tidak ditemukan riwayatnya

April 10, 2015

Pola Konspirasi Yahudi
Melihat dinamika perpolitikan dunia khususnya Indonesia, nampaknya cukup relevan bila hal tersebut dikaitkan dengan pola konspirasi Yahudi. Disadari atau tidak, suka atau benci, kita harus sadar, bahwa “mereka” memegang kontrol dunia walau hanya segelintir saja dimuka bumi ini. Apa saja pola konspirasi yahudi itu? Mari simak satu persatu.

Pertama, Perbanyak kejahatan.

Manusia itu lebih banyak cenderung pada kejahatan ketimbang kebaikan. Sebab itu, konspirasi harus mewujudkan “hasrat alami” manusia ini. Hal ini akan diterapkan pada sistem pemerintahan dan kekuasaan. Bukankah pada masa dahulu manusia tunduk kepada penguasa tanpa pernah mengeluarkan kritik atau pembangkangan? Undang-undang hanyalah alat untuk membatasi rakyat, bukan untuk penguasa.

Kedua, Kebebasan politik sesungguhnya utopis.

Walau begitu, konspirasi harus mempropagandakan ini ke tengah rakyat. Jika hal itu sudah dimakan rakyat, maka rakyat akan mudah membuang segala hak dan fasilitas yang telah didapatinya dari penguasa guna memperjuangkan idealisme yang utopis itu. Saat itulah, konspirasi bisa merebut hak dan fasilitas mereka.

Ketiga, Kekuatan uang selalu bisa mengalahkan segalanya.

Agama yang bisa menguasai rakyat pada masa dahulu, kini mulai digulung dengan kampanye kebebasan. Namun rakyat banyak tidak tahu harus mengapa dengan kebebasan itu. Inilah tugas konspirasi untuk mengisinya demi kekuasaan, dengan kekuatan uang.

Keempat, Lakukan cara apapun.

Demi tujuan, segala cara boleh dilakukan. Siapapun yang ingin berkuasa, dia mestilah meraihnya dengan licik, pemerasan, dan pembalikkan opini. Keluhuran budi, etika, moral, dan sebagainya adalah keburukan dalam dunia politik. Cara haram akan mereka anggap halal, karena mereka takkan pernah menggunakan cara halal dalam menyebarkan konspirasi ini.

Kelima, Kebenaran adalah kekuatan konspirasi.

Dengan kekuatan, segala yang diinginkan akan terlaksana. Sebuah kebenaran yang dilakukan secara terpaksa (kebohongan publik yang dibuat seolah-olah benar) akan selalu digencarkan mereka demi mendapat kepercayaan bahwa mereka ada dipihak semua orang.

Keenam, Secret is number one!

Bagi kita yang hendak menaklukkan dunia secara finansial, kita harus tetap menjaga kerahasiaan. Suatu saat, kekuatan konspirasi akan mencapai tingkat dimana tidak ada kekuatan lain yang berani untuk menghalangi atau menghancurkannya. Setiap kecerobohan dari dalam, akan merusak program besar yang telah ditulis berabad-abad oleh para pendeta Yahudi.

Ketujuh, Ambil simpati Rakyat

Simpati rakyat harus diambil agar mereka bisa dimanfaatkan untuk kepentingan konspirasi. Massa rakyat adalah buta dan mudah dipengaruhi. Penguasa tidak akan bisa menggiring rakyat kecuali ia berlaku sebagai diktator. Inilah satu-satunya jalan. Maka dari itu, peran media sangat substansial dalam melancarkan misi ini.

Kedelapan, Kuasai sarana pencapaiannya.

Beberapa sarana untuk mencapai tujuan adalah :minuman keras, narkotika, pengrusakan moral, seks, suap, dan sebagainya. Hal ini sangat penting untuk menghancurkan norma-norma kesusilaan masyarakat. Untuk itu, konspirasi harus merekrut dan mendidik tenaga-tenaga muda untuk dijadikan sarana pencapaian tujuan tersebut.

Kesembilan, Nyalakan api kebencian.

Konspirasi akan menyalakan api peperangan secara terselubung. Bermain di kedua belah pihak. Sehingga konspirasi akan memperoleh manfaat besar tetapi tetap aman dan efisien. Rakyat akan dilanda kecemasan yang mempermudah bagi konspirasi untuk menguasainya.

Kesepuluh, Kami harus diakui!

Konspirasi sengaja memproduksi slogan agar menjadi “tuhan” bagi rakyat. Dengan slogan itu, pemerintahan aristokrasi (pemerintahan dikuasai minoritas dan mendapat perlakuan spesial) keturunan yang tengah berkuasa di Perancis akan diruntuhkan. Setelah itu, konspirasi akan membangun sebuah pemerintahan yang sesuai dengan konspirasi.

Kesebelas, dikobarkannya perang dengan tetangga.

Perang yang dikobarkan konspirasi secara diam-diam harus menyeret negara tetangga agar mereka terjebak utang. Konspirasi akan memetik keuntungan dari kondisi ini. Orang Yahudi ini ahli dalam mengambinghitamkan satu pihak. Mereka akan menyulut api kebencian satu negara dengan negara tetangganya. Jadi tidak perlu mengeluarkan biaya lebih kan? Keren memang rencananya.

Keduabelas, kuasai pemerintahan.

Pemerintahan bentukan konspirasi harus diisi dengan orang-orang yang tunduk pada keinginan konspirasi. Tidak bisa yang lain. Ini demi kelancaran propaganda mereka, karena mereka tahu bila pemerintahan masih dikuasai orang kontra mereka, mereka akan sedikit kesulitan dalam bergerak dan melakukan lobi politik.

Ketigabelas, Konspirasi akan menguasai opini dunia.

Satu orang Yahudi yang menjadi korban sama dengan 1000 orang non-Yahudi (gentiles/ghoyim) sebagai balasannya. Terbukti bahwa saat ini, berbagai media terkenal dan tersohor adalah milik mereka. Maka dari itu mereka akan seenak hati menyebarkan propaganda sesuai dengan yang diinginkan atau dengan kata lain memutarbalikkan fakta.

Keempatbelas, membasmi rezim kontra mereka.

Setelah konspirasi berhasil merebut kekuasaan, maka pemerintahan baru yang dibentuk harus membasmi rezim lama yang dianggap bertanggung-jawab atas terjadinya kekacauan ini. Hal tersebut akan menjadikan rakyat begitu percaya kepada konspirasi bahwa pemerintahan yang baru adalah pelindung dan pahlawan dimata mereka.

Kelimabelas, Krisis ekonomi.

Krisis ekonomi yang dibuat akan memberikan hak baru kepada konspirasi, yaitu hak pemilik modal dalam penentuan arah kekuasaan. Ini akan menjadi kekuasaan turunan. Secara, ketika kurs rupiah melemah, maka pemerintah dipaksa meminjam suntikan dana ke IMF (International Monetary Fund) atau bank Dunia untuk membantu pembelanjaan pemerintah karena harga belanja yang kian melonjak.

Keenambelas, Penyusupan ke dalam jantung freemason Eropa

Hal tersebut dilakukan agar bisa mengefektifkan dan mengefisienkannya. Pembentukan bluemasonry akan bisa dijadikan alat bagi konspirasi untuk memuluskan tujuannya. Jaringan freemason ini tersebar di seluruh dunia, terutama dibanyak negara eropa yang memiliki kekuatan finansial dan militer baik seperti Inggris, Prancis, Jerman, dll untuk meminta bantuan.

Ketujuhbelas, sebarkan ini sampai rakyat histeria.

Konspirasi akan membakar semangat rakyat hingga ke tingkat histeria. Saat itu rakyat akan menghancurkan apa saja yang kita mau, termasuk hukum dan agama. Kita akan mudah menghapus nama Tuhan dan susila dari kehidupan.

Kedelapanbelas, timbulkan terus kekacauan

Perang jalanan harus ditimbulkan untuk membuat massa panik. Konspirasi akan mengambil keuntungan dari situasi ini. Kita ambil contoh kasus di berbagai negara arab seperti Afghanistan, Pakistan, Irak, dll. Mereka seolah-olah “hero” dengan mengambil opini “sang penyelamat kedamaian” karena membasmi terorisme.

Kesembilanbelas, ambil petugas kenegaraan dari kelompoknya.

Konspirasi akan menciptakan diplomat-diplomatnya untuk berfungsi setelah perang usai. Mereka akan menjadi penasehat politik, ekonomi, dan keuangan bagi rezim baru dan juga ditingkat internasional. Dengan demikian, konspirasi bisa semakin menancapkan kukunya dari balik layar.

Keduapuluh, Monopoli Ekonomi.

Monopoli kegiatan perekonomian raksasa dengan dukungan modal yang dimiliki konspirasi adalah syarat utama untuk menundukkan dunia, hingga tidak ada satu kekuatan non-Yahudi pun yang bisa menandinginya. Dengan demikian, kita bisa bebas memainkan krisis suatu negeri.

Keduapuluhsatu, kuasai SDA negara non-Yahudi

Penguasaan kekayaan alam negeri-negeri non-Yahudi mutlak dilakukan. Kita lihat saja Indonesia yang mulai disusupi berbagai perusahaan asing dengan nilai investasi dimulai milyaran hingga trilyunan rupiah. Tidak ada kesemuanya yang memprioritaskan Indonesia. Semuanya hanya mementingkan negaranya (baca: Yahudi).

Keduapuluhdua, jual senjata.

Meletuskan perang dan memberinya-menjual-senjata yang paling mematikan akan mempercepat penguasaan suatu negeri, yang tinggal dihuni oleh fakir miskin. Perlu diketahui juga, perputaran uang untuk jual beli senjata akan semakin cepat bila peperangan dibanyak negara (yang diacak-acak oleh Yahudi) khususnya arab sana dengan dalih membasmi terorisme.

Keduapuluhtiga, Rezim terselubung.

Satu rezim terselubung akan muncul setelah konspirasi berhasil melaksanakan programnya. Ini yang kita kenal dengan pemberontak. Mereka (Yahudi) seolah-olah kaum tertindas yang diserang membabi-buta oleh Muslim, padahal kenyataannya tidak. Maka mereka akan menempatkan orang-orang khusus untuk lobi politik dengan mitra mereka untuk menyusun strategi rezim terselubung sebagai kaum pemberontak.

Keduapuluhempat, Kuasai anak muda.

Pemuda harus dikuasai dan menjadikan mereka sebagai budak-budak konspirasi dengan jalan penyebarluasan dekadensi moral dan paham yang menyesatkan. Juga mereka akan bahagia membasmi anak muda muslim yang hafidz (hafal al-Quran) karena mereka takut dengan anak yang sudah bisa menghafal Quran. Mereka ketakutan, akan seperti apa mereka nanti bila masih kecil saja sudah hafal Quran.

Keduapuluhlima, rubah undang-undang

Konspirasi akan menyalahgunakan undang-undang yang ada pada suatu negara hingga negara tersebut hancur karenanya. Ini adalah pola konspirasi terakhir yang mereka canangkan. Sebuah finalisasi agenda yang menjadi titik ukur keberhasilan sempurnanya.
09-04-15 Konspirasi Yahudi
Ngeri memang membaca pola konspirasi Yahudi tersebut. Tapi kita tidak seharusnya tinggal diam. Mereka berjumlah sedikit, sangat sedikit. Peran media lah yang membuat mereka “seakan-akan” kuat dan lincah dalam bergerak. Mereka sebenarnya penakut. Untuk menghadapi anak kecil saja mereka menodongkan Tank. Apa bukan penakut itu?
Itulah tulisan mengenai pola konspirasi yahudi, semoga bermanfaat. Sumber tulisan

January 19, 2015

Mukjizat Lalat dan Penelitian Abad 20
Bismillah. Kali ini saya akan share tulisan tentang mukjizat Lalat dan Penelitian Abad 20 oleh Joan Clark. Tulissn ini diambil dari situs bersama dakwah. (Link dibawah)
-
Sewaktu muda, Syaikh Abdel Daem Al Kaheel pernah tak mampu menjawab pertanyaan orang ateis yang menghina salah satu hadits Nabi. “Bagaimana mungkin Nabi kalian menyuruh menenggelamkan lalat yang hinggap di minuman sembari menjelaskan di salah satu sayapnya ada obat. Lalu kalian mau meminum minuman seperti itu?” tanyanya nyinyir.
-
Al Kaheel paham bahwa yang dimaksud orang atheis tersebut adalah sabda Rasulullah:
-
إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِى شَرَابِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ ، ثُمَّ لِيَنْزِعْهُ ، فَإِنَّ فِى إِحْدَى جَنَاحَيْهِ دَاءً وَالأُخْرَى شِفَاءً
“Jika ada seekor lalat yang terjatuh pada minuman kalian maka tenggelamkan, kemudian angkatlah (lalat itu dari minuman tersebut), karena pada satu sayapnya ada penyakit dan pada sayap lainnya terdapat obat” (HR. Al Bukhari)
-
Tentu sebagai mukmin ia yakin dengan kebenaran hadits ini. Tetapi, bagaimana menjelaskan kepada orang atheis yang tidak mempercayai apapun kecuali materi?
-
Beberapa tahun kemudian, ketika menulis buku Asrar As Sunnah An Nabawiyah (Rahasia Sunnah Nabi), Syaikh Abdel Daem Al Kaheel menjelaskan kebenaran hadits ini dalam satu bab tersendiri dengan didukung oleh sejumlah penelitian, terutama penelitian Joan Clark.
-
Dokter dari Australia itu melakukan penelitian tentang lalat dan menemukan bahwa permukaan luar tubuh lalat mengandung antibiotik yang dapat mengobati banyak penyakit. Penelitian ini juga menjelaskan bahwa obat pada sayap itulah yang membuat lalat tidak terkena penyakit yang dibawanya sendiri.
-
Hasil penelitian Joan Clark ini cukup mengejutkan sekaligus memancing banyak ilmuwan lain untuk melakukan penelitian berikutnya. Hasilnya menunjukkan fakta lebih rinci bahwa cara terbaik mengeluarkan zat antibiotik pada lalat adalah dengan cara mencelupkannya ke dalam air. sebab, zat antibiotik tersebut terutama terdapat pada permukaan luar tubuh dan sayapnya.
-
Setelah penelitian tersebut, seorang dokter dari Rusia kemudian mengembangkan pengobatan baru dengan lalat. Sedangkan Profesor Juan Alvarez Bravo dari Universitas Tokyo mengisyaratkan pengembangan pemanfaatan ekstrak lalat untuk pengobatan.
-
Dalam Fatawa Mu’ashirah, Syaikh Dr Yusur Qardhawi ketika menerangkan hadits lalat ini juga menguatkannya dengan hasil penelitian yang menunjukkan kebenaran sabda Rasulullah bahwa dalam sayap lalat terdapat obat untuk menetralisir penyakit yang terdapat pada sayapnya yang lain.
-
Masya Allah… fakta-fakta ilmiah ini baru terungkap mulai abad ke-20. Sedangkan Rasulullah telah mensabdakannya 13 abad sebelumnya. Lalu siapa yang mengajari Rasulullah kalau bukan Allah Subhanahu wa Ta’ala? Hal ini juga menjadi salah satu bukti kebenaran Islam yang seharusnya membuat iman dan rasa syukur kita kian meningkat. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/bersamadakwah]
Sumber

October 13, 2014

Terorisme; Islamkah yang Bertanggungjawab
Mungkin ini tema klasik, hal yang sudah sering kita jumpai dan bahas beberapa waktu kebelakang, yakni terorisme. Terorisme di dunia bukanlah hal baru, namun ketika berita itu mencuat ke publik, tentu selalu menjadi trending topic. Hal ini selalu menjadi topik hangat dan aktual sejak kejadian 9/11 World Trade Center di NY, USA silam yang dikenal dengan "September Kelabu".Berita jurnalistik seolah menampilkan gedung WTC dan Pentagon sebagai korban utama penyerangan ini yang memakan korban kurang lebih 3.000 orang.

Kejadian ini merupakan isu global yang memengaruhi kebijakan politik seluruh negara-negara di dunia, sehingga menjadi titik tolak persepsi untuk memerangi Terorisme sebagai musuh internasional. Pembunuhan massal tersebut telah mempersatukan dunia melawan Terorisme Internasional[1]. Terlebih lagi dengan diikuti terjadinya Tragedi Bali, tanggal 12 Oktober 2002 yang merupakan tindakan teror, menimbulkan korban sipil terbesar di dunia[2], yaitu menewaskan 184 orang dan melukai lebih dari 300 orang. Perang terhadap Terorisme yang dipimpin oleh Amerika, mula-mula mendapat sambutan dari sekutunya di Eropa. Pemerintahan Tony Blair termasuk yang pertama mengeluarkan Anti Terrorism, Crime and Security Act, December 2001, diikuti tindakan-tindakan dari negara-negara lain yang pada intinya adalah melakukan perang atas tindak Terorisme di dunia, seperti Filipina dengan mengeluarkan Anti Terrorism Bill[3].

Terorisme kian jelas menjadi momok bagi peradaban modern. Sifat tindakan, pelaku, tujuan strategis, motivasi, hasil yang diharapkan serta dicapai, target-target serta metode Terorisme kini semakin luas dan bervariasi. Sehingga semakin jelas bahwa teror bukan merupakan bentuk kejahatan kekerasan destruktif biasa, melainkan sudah merupakan kejahatan terhadap perdamaian dan keamanan umat manusia (crimes against peace and security of mankind)[4]dan naasnya, yang menjadi dalang penyebab semua ini selalu dikaitkan dengan Islam.

Kalalulah kita berasumsi bahwa setiap pengeboman bunuh diri – terorisme – itu bagian dari (interpretasi) Quran, semua pelaku terorisme itu benar menggambarkan Islam, dan Islam bertanggungjawab atas semua pembunuhan massal itu, maka benarlah Islam sebagai agama kekerasan dan perang. Maka saya ingin bertanya satu hal.

"Kenapa tidak semua orang - mayoritas - Islam melakukannya? Kalaulah benar itu interpretasi (tafsir) yang quran berikan tentang Jihad, kenapa sampai saat ini, saya M. Rasyid Ridlo tidak melakukannya kepada anda?”

Dari 3 milyar populasi manusia di dunia, pemeluk Islam ada di posisi kurang lebih 1 milyar, lalu mengapa hanya sekitar 16.000 pengeboman di dunia[5](dr tahun 1900-2005) kasus saja yang terjadi?
Kalaulah benar Quran mewajibkan ummatnya memerangi kafir dengan kekerasan, pastinya setiap waktu akan terjadi pengeboman disana disini, termasuk dirumah anda. Kenapa itu tidak terjadi?
Statemen media massa - kaum oposisi - dewasa ini tentang Islam sangatlah banyak menjerumuskan Islam. Padahal tidak demikian. Mereka hanya melihat Islam dari "borok" nya saja. Tapi tidak melihat keindahan (kebersihan) bagian tubuh yang lain.

Mereka - oposisi - tidak menganggap sekitar 99,999% umat Islam yang sangat mencintai kedamaian dan sangat menghormati pemeluk agama selain Islam masih hadir saat ini. Bahkan mereka tidak mengira, bahwa mungkin saja yang mengantarkan makanan kepada mereka itu pemeluk Islam. Bisa saja supir yang mengantarkan mereka pergi ke kantor itu orang islam. Mereka tidak tahu, bahwa siapa pensuplai minyak terbesar yang memegang peranan penting perkembangan dan pertumbuhan negaranya?

Media… oh media. Sungguh besar sekali pengaruhmu, naak.

Ya sudahlah, selama media massa itu dikuasai kaum kafir, kita umat Islam akan selalu terbelakang menyebarkan data dan fakta apa yang sebenarnya terjadi disana. Saran saya pribadi, tetaplah berlaku sebagai Muslim yang taat akan perintah-Nya, dan selalu menjauhi larangan-Nya. Dan bagi kalian orang yang tidak tahu mendetail tentang Islam, tunggulah saatnya hingga Allah menunjukkan kalian bukti bahwa Islam adalah agama benar. Wallohu a’lam.



[2] Indriyanto Seno Adji, Bali, “Terorisme dan HAM” dalam Terorisme: Tragedi Umat Manusia, (Jakarta: O.C. Kaligis & Associates, 2001), hal.51.
[4] Mulyana W. Kusumah, Terorisme dalam Perspektif Politik dan Hukum, Jurnal Kriminologi Indonesia FISIP UI, vol 2 no III (Desember 2002): 22.
[5] Courtesy video in Youtube

April 21, 2014

Imam Mahdinya Syiah & Kafir Indonesia
Bukan bualan politik semata, kalau disebut “Imam Mahdinya Syiah Indonesia”. Imam Syiah Indonesia memang masih dalam kandungan PDIP, semua politisi oportunis Indonesia pasti berharap bayi yang dikandung PDIP ini bisa lahir secepatnya untuk membangun Indonesia paternalis, sebuah bangsa yang tunduk, “mator nowun”, inggih, "dalem" atau “baiklah” tanpa ada kritik dan sandungan dalam kepemimpinannya. Meskipun ada ledakan emosi dan amarah keluarga Bung Karno atas pencalonan “Jokowi”, tetapi demi tujuan yang lebih bergengsi dan terhormat, PDIP dengan berat hati melepas “jokowi” terbang, mengepakkan sayapnya sebagai jargon utama PDIP.



Tetapi tanpa ada perasaan belas kasih pada agama yang dianut Sukarno dan anak cucunya, PDIP menanggalkan halal haram agama, tanpa peduli hukum dan ajaran agama menggandeng siapa saja, selama menguntungkan PDIP. Dan PDIP tak bisa di samakan dengan Sukarno, karena memang bukan Sukarno atau Sukarnoisme, PDIP adalah sebuah Partai cangkokan dari sebuah partai yang lahir di jaman Pak harto, yang sebelumnya bernama PDI. Lengsernya pak Harto menempatkan PDIP berdialektika dengan masyarkat tertindas, seolah partai ini adalah partai “wong cilik”, partai yang merespon keluhan kaum jelata, kesannya seperti itu meskipun tidak pada sebenarnya, jauh panggang dari Api.

Dengan kebesaran “Bung Karno” PDIP melangkah pasti, meyakinkan diri kalau partai ini warisan Bung Karno, meskipun bukan partai dengan kualitas Bung Karno, tetap saja melangkah menuju destinasi. Karena Bung Karno adalah sosok manusia yang kaya dengan Ilmu, sedangkan PDIP hanya sekedar klaim dari sebuah kekuatan yang teraniaya di masa orde baru. Pada Reformasi para petualang politik itu bersama PDIP membangun kekuatan yang berafiliasi pada Bung Karno, terasa janggal dan tidak "nyambung". Terlalu jauh dan dipaksakan dengan membesar besarkan partainya sebagai warisan pemikiran Bung Karno. Contohnya tak ada dari putra dan putri atau anak cucu Bung Karno yang mewarisi seluruh Ilmu Bung Karno, lalu bagaiamna bisa PDIP sejalan dengan keinginan Bung Karno, padahal benang rajutan pemikiran dan sosoknya tidak pernah ada sesudahnya. Itulah sebanya PDIP setengah hati melangkah diatas warisan pemikiran Bung Karno.

Munculnya “Jokowi”, mantan Walikota solo dan sekarang Gubernur DKI memang delematis, bila tidak direspon oleh PDIP, bisa saja mencekal harapan PDIP merebut suara dan simpati rakyat. Menobatkan “jokowi” pada sisi lain sama halnya melanggar kitab suci keluarga Bung Karno yang menjadi panduan Presiden asal PDIP kedepan, sebut saja tidak sesuai dengan dengan kemauan “sabda” Bung Karno, karena terlalu sakral di mata PDIP. Sedangkan “JOKOWI” adalah kandungan “mahdi” atau benda kramat yang ditunggu umat Syiah. Syiah berharap mukjizat dari seorang “jokowi untuk merubah nasibnya di Indonesia, karena melalui partai lain tidaklah mungkin menambatkan diri di destinasi.

Benda Kramat yang bernama “Jokowi’ dinubuatkan Syiah untuk melandaskan dirinya dalam pangkuan “jokowi” bila duduk di Kursi Indonesia Satu. Menubuatkan “jokowi atas hitung hitungan politik Syiah yang memang berjalan diatas ayat ayat “wilayah” bikinan Syiah. Kalau saja “jokowi” gagal jadi “Presiden”, akan menjadi langkah boomerang terhadap Syiah. Mahdi yang di harapkan Syiah, bernama “Jokowi” merupakan sosok yang tidak diingkari oleh Syiah, kalau “jokowi” merupakan keluarga Syiah. Syiah berani mengklaim, dan bungkamnya pihak “jokowi” menunjukkan kalau “Jokowi” itu memang Syiah yang masih merupakan Embrio dari bayi yang ditunggu kelahirannya untuk menjadi Imam Mahdi dalam rangka “mengembangkan Syiah Indonesia.

Menobatkan “Joko widodo” sebagai Presiden Indonesia, sama halnya dengan meruntuhkan peradaban sunni Indonesia, kian memperluas konflik pemikiran antar umat beragama, menganak tirikan umat Islam dan kebangkitan mereka yang disebut minoritas, juga kemenangan atas aliran sesat Indonesia, mulai dari syiah, LDII, Ahmadiyah dan aliran sesat lainnya.

Tahukah anda, bahwa dalam menggandeng orang nomor dua-nya, Jokowi selalu mengambil orang kafir? Jokowi sudah dua kali memilih wakil dari kalangan kafir. Saat maju menjadi Cagub DKI Jakarta Jokowi menggandeng Ahok. Dan sebelumnya, saat menjadi Walikota Solo Jokowi menjadikan FX Rudyatmo yang juga beragama Kristen sebagai Wakil Walikota. Akankah itu terjadi kembali di pencalonannya sebagai Presiden RI 2014 ini?
Sumber

March 8, 2014

Beda Takwil dan Hermenetika
Belum lama ini terjadi pencekalan Prof. Nasr Hamid Abu Zayd ketika akan tampil di seminar internasional yang diadakan oleh Universitas Islam Malang, Jawa Timur. Abu Zayd terkenal dengan metode hermeneutik, yaitu penafsiran Al-Quran dengan pendekatan linguistik, yang biasa digunakan untuk menginterpretasi Injil dengan menganalisis kondisi pengarangnya. Saya tidak akan menyoroti peristiwa pencekalan itu secara sosiologis-politis. Sebab yang menarik bagi saya justru pernyataannya dalam wawancara singkat dengan majalah Tempo menjelang kepulangannya ke Belanda setelah dicekal tampil di Malang. Dengan sangat mengejutkan, sang Profesor dalam wawancaranya itu tidak dapat membedakan konsep takwil dalam tradisi keilmuan Islam dengan konsep hermeneutika sebagaimana berkembang di Barat. (rubrik Agama, Majalah Tempo edisi. 42/XXXVI/10 - 16 Desember 2007)



Nasr Hamid dalam wawancaranya mengatakan bahwa: "Hermeneutik dalam bahasa Arab adalah takwil. Takwil adalah metode yang sangat-sangat Islami untuk memahami Al-Qur'an. Tidak peduli Anda Sunni, Syiah, atau apa, Anda perlu menginterpretasi Al-Qur'an. Hermeneutik adalah teori untuk menginterpretasi Al-Qur'an." Pada poin ini terjadi konfusi dan kerancuan terjemahan terminologi. Hermeneutika, mengingat alur pemikirannya di Barat, lebih tepatnya diterjemahkan sebagai: falsafat al-fahm (filsafat pemahaman teks) atau fahmu al-fahmi (memahami pemahaman teks), bukan takwil atau falsafat al-takwil. (lihat 'Adil Musthafa: Fahmu al-Fahmi Madkhal ila al-Hermeneuthiqa, Ro'yah for Publishing & Distribution, 2007). Sama halnya dengan kekeliruan menerjemahkan sekularisme dengan al-'Almaniyah/al-'Ilmaniyah (yang berkonotasi ilmiah, berlandaskan ilmu dan sains), yang seharusnya lebih tepat dipadankan dengan istilah "al-Huna - al-Aniyah" (kedisinian dan kekinian).

Beda Takwil dengan Hermeneutika
Sebenarnya tidaklah sulit bagi kita, apalagi sekelas Prof. Abu Zayd, untuk membedakan konsep takwil dalam tradisi keilmuan Islam dengan konsep Hermeneutika di Barat.

Pertama, dari sisi etimologis saja padanan dua kata itu tidak dapat dikatakan sama. Karena orientasi takwil itu adalah penetapan makna, sementara orientasi hermeneutika itu adalah pemahaman yang berubah-ubah dan nisbi mengikuti pergerakan manusianya. Kekeliruan penerjemahan istilah peradaban lain ke dalam kamus peradaban kita, disadari atau tidak, akan dapat merusak konsep istilah keilmuan kita yang telah mapan.
Kedua, dari segi latar belakang historisnya. Sebagaimana maklum, metode hermeneutika lahir dalam ruang lingkup yang khas dalam tradisi Barat-Kristen. Perkembangan khusus dan luasnya opini tentang sifat dasar Perjanjian Baru, dinilai memberi sumbangan besar dalam mengentalkan problem hermeneutis dan usaha berkelanjutan dalam menanganinya. Hal ini berbeda dengan Alquran. Tidak ada alternatif pemahaman selain bahwa Alquran, seluruh redaksi dan maksudnya langsung dari Allah swt. Nabi Muhammad saw menjadi sekadar "Juru bicara ada" (loudspeaker of being). Status otoritatif yang diduduki Alquran tidak pernah dipertanyakan lagi, yang disebabkan dua hal:
1. Alquran sendiri dengan tegas menekankan teori ini dan tidak menyediakan ruang untuk spekulasi. Nabi tidak pernah gagal menarik garis yang tegas antara kata-katanya dan kata-kata dari Alquran.
2. Kaum Muslim tanpa ragu meyakini bahwa di tangan mereka, huruf, kata, kalimat dan sistematika Alquran tetap terjaga seperti keadaannya di masa Nabi.

Dua faktor ini, dan ditambah fakta bahwa Alquran mengandung prinsip-prinsip penafsiran dalam dirinya sendiri, mempersulit tematisasi problem hermeneutis dalam Islam, suatu hal yang di Barat dipaksakan kemunculannya oleh kebutuhan mendesak. Belum ada seorang pemikir Muslim pun yang pernah mengajukan problem ini sebagai tema utama pemikirannya.

Metode Takwil di Tengah Tarikan Humanisme Sekuler-Liberal
Wacana kaum sekuler-liberal dengan semangat mempropagandakan takwil sebagai brand untuk membaca Al-Qur'an di era modern ini. Oleh karena istilah takwil ini adalah istilah yang sering digunakan Al-Qur'an (paling tidak 17 kali) dibanding istilah tafsir (hanya 1 kali), maka dengan mudah dimaknai untuk kepentingan dan target ideologis yang hampir dipraktekkan oleh seluruh sekte-sekte sempalan dalam setiap agama, tak terkecuali Islam, dalam membaca dan menafsir ulang teks-teks kitab suci.

Takwil dalam pandangan kelompok liberal dan sekte sempalan lainnya adalah batu karang kokoh yang akan memecah kesatuan sistem pemikiran Islam yang telah dikonstruksi dengan teliti dan seksama oleh para ulama muslim selama kurun perjalanan Islam sebagai agama sekaligus peradaban. Dengan mengendarai tumpangan takwil inilah, mereka berupaya untuk melakukan kontribusi penghancuran dan perusakan Islam dari dalam secara mengerikan. Melalui mekanisme takwil itu, teks suci Islam dijebol pemaknaannya dengan cakrawala ijtihad "modern" dengan mengajukan tawaran superioritas realitas hidup manusia yang terus berubah, terutama ke arah keburukan, untuk dibenturkan dengan ajaran ideal normatif dari teks suci, dengan harapan teks dapat dikuasai, dikendalikan dan diarahkan maknanya oleh realitas manusia yang jauh dari idealisasi teks Al-Qur'an dan sunnah nabi.

Modus pemikiran semacam inilah yang telah menyebabkan mereka secara membabi buta membela terminologi takwil dalam konteks penafsiran kitab suci. Takwil yang telah sekian lama ditinggalkan dan dikubur oleh otoritas agama kemudian diangkat dan dihidupkan lagi, serta diposisikan sebagai pihak 'terzalimi' dan 'tertindas' di tengah pertarungan ideologi dan otoritas keagamaan. Meminjam bahasa Nasr Hamid, bahwa selama perjalanan panjang tradisi keilmuan Islam, para ulama Islam melakukan praktik belah bambu; "mengangkat nilai tafsir" dan "menginjak, meremehkan nilai takwil", menerima yang pertama dan kemudian menolak yang kedua dengan stigmatisasi kekufuran dan kesesatan bagi ilmuan yang mempraktekkannya dalam upaya penafsiran kitab suci. (Abu Zayd: Mafhumu al-Nash; Dirasah fi 'Ulumil Qur'an)

Konsep orisinalitas takwil dalam tradisi keilmuan Islam yang telah dikenal baik dan dipraktekan dengan apik selama berabad-abad ini pun telah direduksi dan ditelanjangi dari berbagai batasan dan aturan yang melingkupinya oleh sang kampiun ahli sastra (dan belakangan dipuja pengikutnya sebagai pakar Al-Qur'an!). Konsep itu tidak lagi dimengerti sebagai pengalihan suatu lafal kepada makna lain yang dimungkinkan berdasarkan dalil kuat (secara bahasa, adat dan syar'i) , yang tanpanya ia tidak boleh sembarangan dialih makna. Sehingga menjadi semacam proses dekonstruksi yang menghancurkan sistem keterkaitan antara teks dan pemiliknya, dan antara makna dan segala kemungkinan arti yang diakomodasi oleh dalil yang kuat itu tadi.

Bagi Nasr Hamid dan semisalnya konsep tafsir dalam 'Ulumul Quran klasik tidak cukup untuk memuaskan kepentingan ideologisnya yang lebih berpihak kepada realitas manusia dan hukum-hukum yang disadur dari deklarasi HAM ala Barat. Konsep tafsir yang sudah matang atau "gosong" (meminjam istilah Prof. Amin Abdullah) itu hanya bertujuan untuk menyingkap kehendak pemilik teks dan makna yang dikandungnya. Tentu saja hal ini tidak memuaskan kepentingan ideologis kaum liberal, yang berupaya lebih dari itu untuk mengosongkan teks dari makna dan maksud pemiliknya untuk diisi dengan konsepsi-konsepsi ideologis berlatar HAM dan modernitas ala Barat; tentu dengan mengusung terminologi takwil yang dipraktekkan sewenang-wenang tanpa batasan (hudud) dan aturan (dlawabith).

Pola Kerja Metode Takwil yang Ideal
Penulis setuju dengan pendapat bahwa bahasa teks sebagai sumber tak pernah kering bagi keragaman pembacaan (at-Ta'addud al-Ta'wîlî, meminjam istilah Abu Zayd). Tetapi patut dicurigai pula bahwa bahasa memiliki sifat untuk mengelak (murâwaghah) dan liar jika tidak dibatasi oleh pagar-pagar metodologis. Dengan demikian amat penting untuk membedakan dua tingkatan dalam menentukan sistem penandaan suatu makna (dalâlah). Pertama, tingkatan dalâlah yang bersifat sistemik dan kolektif, melalui prosedur-prosedur penciptaan makna secara leksikal (perkamusan), gramatikal (nahw), filologi (fiqh lughah, balaghah dll), dan Kedua, tingkatan dalâlah yang non sistemik-individual yang memberikan ruang luas untuk proses qiro'ah dan ta'wil. Seorang penafsir dituntut untuk menjaga 'equillibrium' pola pikir individual non sistemik dengan pola kerja sistemik yang kolektif. Tidak boleh pola pikir individual seorang penafsir menodai memori kolektif bagi suatu takwil yang justru dapat menyelamatkannya dari kesesatan. Sebaliknya pola kerja sistemik yang kolektif tetap bisa menyisakan ruang bagi imajinasi individu sang penafsir sesuai dengan tambahan pengetahuan dan kekayaan pengalaman hidupnya.

Pola kerja kolektif dalam proses takwil misalnya terumuskan dengan baik oleh otoritas keilmuan Islam dengan istilah 'dalil' (didukung argumentasi kuat) dan 'la'b' (permainan kata-kata yang terlepas dari dalil maupun ta'wil). "Man yadzhab ila al-ta'wil yaftaqir ila al-dalil", siapa yang mau mentakwil maka ia memerlukan indikator kuat. Rumusan mereka bahwa "Nash memiliki dua macam dalâlah yaitu penandaan lafaz atas maknanya dan penandaan makna yang telah ditunjuk oleh nash atas makna yang lain" ('Abdul Qâhir al-Jurjâni: Dalâ'il al-I'jâz) dan bahwa "Lâ mathmaha fi al-wushul ila al-bâthin qabla ihkâm al-zhâhir", tidak ada harapan sampai kepada makna batin teks sebelum meraih makna zahirnya (Al-Zarkâsyi: Al-Burhân fi 'Ulum Al-Qur'ân), mengindikasikan kuatnya memori kesadaran kolektif disamping memperhatikan aspek 'ma'tsur' (sabda dan perilaku Rasul, sebagai penafsir utama) dalam proses pentakwilan. Oleh karena itu dibutuhkan nilai pertanggungjawaban atau akuntabilitas dalam setiap upaya takwil sebagai akibat perimbangan nilai individual dan kolektif.

Sehingga akhirnya, penulis sepakat dengan apa yang dilontarkan Musthafa Nashif (Mas'uliyyat al-Ta'wil: 2004) bahwa kemunculan takwil dalam lingkungan tradisi Islam terkait dengan upaya menjaga keseimbangan dan merupakan wujud dari pemberian kesempatan bagi kehidupan yang berubah dengan cepat dan pengakuan terhadap kerangka dasar dan otoritas sekaligus.(Fahmi salim, MA)