Bukan bualan politik semata, kalau disebut “Imam Mahdinya Syiah Indonesia”. Imam Syiah Indonesia memang masih dalam kandungan PDIP, semua politisi oportunis Indonesia pasti berharap bayi yang dikandung PDIP ini bisa lahir secepatnya untuk membangun Indonesia paternalis, sebuah bangsa yang tunduk, “mator nowun”, inggih, "dalem" atau “baiklah” tanpa ada kritik dan sandungan dalam kepemimpinannya. Meskipun ada ledakan emosi dan amarah keluarga Bung Karno atas pencalonan “Jokowi”, tetapi demi tujuan yang lebih bergengsi dan terhormat, PDIP dengan berat hati melepas “jokowi” terbang, mengepakkan sayapnya sebagai jargon utama PDIP.
Tetapi tanpa ada perasaan belas kasih pada agama yang dianut Sukarno dan anak cucunya, PDIP menanggalkan halal haram agama, tanpa peduli hukum dan ajaran agama menggandeng siapa saja, selama menguntungkan PDIP. Dan PDIP tak bisa di samakan dengan Sukarno, karena memang bukan Sukarno atau Sukarnoisme, PDIP adalah sebuah Partai cangkokan dari sebuah partai yang lahir di jaman Pak harto, yang sebelumnya bernama PDI. Lengsernya pak Harto menempatkan PDIP berdialektika dengan masyarkat tertindas, seolah partai ini adalah partai “wong cilik”, partai yang merespon keluhan kaum jelata, kesannya seperti itu meskipun tidak pada sebenarnya, jauh panggang dari Api.
Dengan kebesaran “Bung Karno” PDIP melangkah pasti, meyakinkan diri kalau partai ini warisan Bung Karno, meskipun bukan partai dengan kualitas Bung Karno, tetap saja melangkah menuju destinasi. Karena Bung Karno adalah sosok manusia yang kaya dengan Ilmu, sedangkan PDIP hanya sekedar klaim dari sebuah kekuatan yang teraniaya di masa orde baru. Pada Reformasi para petualang politik itu bersama PDIP membangun kekuatan yang berafiliasi pada Bung Karno, terasa janggal dan tidak "nyambung". Terlalu jauh dan dipaksakan dengan membesar besarkan partainya sebagai warisan pemikiran Bung Karno. Contohnya tak ada dari putra dan putri atau anak cucu Bung Karno yang mewarisi seluruh Ilmu Bung Karno, lalu bagaiamna bisa PDIP sejalan dengan keinginan Bung Karno, padahal benang rajutan pemikiran dan sosoknya tidak pernah ada sesudahnya. Itulah sebanya PDIP setengah hati melangkah diatas warisan pemikiran Bung Karno.
Munculnya “Jokowi”, mantan Walikota solo dan sekarang Gubernur DKI memang delematis, bila tidak direspon oleh PDIP, bisa saja mencekal harapan PDIP merebut suara dan simpati rakyat. Menobatkan “jokowi” pada sisi lain sama halnya melanggar kitab suci keluarga Bung Karno yang menjadi panduan Presiden asal PDIP kedepan, sebut saja tidak sesuai dengan dengan kemauan “sabda” Bung Karno, karena terlalu sakral di mata PDIP. Sedangkan “JOKOWI” adalah kandungan “mahdi” atau benda kramat yang ditunggu umat Syiah. Syiah berharap mukjizat dari seorang “jokowi untuk merubah nasibnya di Indonesia, karena melalui partai lain tidaklah mungkin menambatkan diri di destinasi.
Benda Kramat yang bernama “Jokowi’ dinubuatkan Syiah untuk melandaskan dirinya dalam pangkuan “jokowi” bila duduk di Kursi Indonesia Satu. Menubuatkan “jokowi atas hitung hitungan politik Syiah yang memang berjalan diatas ayat ayat “wilayah” bikinan Syiah. Kalau saja “jokowi” gagal jadi “Presiden”, akan menjadi langkah boomerang terhadap Syiah. Mahdi yang di harapkan Syiah, bernama “Jokowi” merupakan sosok yang tidak diingkari oleh Syiah, kalau “jokowi” merupakan keluarga Syiah. Syiah berani mengklaim, dan bungkamnya pihak “jokowi” menunjukkan kalau “Jokowi” itu memang Syiah yang masih merupakan Embrio dari bayi yang ditunggu kelahirannya untuk menjadi Imam Mahdi dalam rangka “mengembangkan Syiah Indonesia.
Menobatkan “Joko widodo” sebagai Presiden Indonesia, sama halnya dengan meruntuhkan peradaban sunni Indonesia, kian memperluas konflik pemikiran antar umat beragama, menganak tirikan umat Islam dan kebangkitan mereka yang disebut minoritas, juga kemenangan atas aliran sesat Indonesia, mulai dari syiah, LDII, Ahmadiyah dan aliran sesat lainnya.
Tahukah anda, bahwa dalam menggandeng orang nomor dua-nya, Jokowi selalu mengambil orang kafir? Jokowi sudah dua kali memilih wakil dari kalangan kafir. Saat maju menjadi Cagub DKI Jakarta Jokowi menggandeng Ahok. Dan sebelumnya, saat menjadi Walikota Solo Jokowi menjadikan FX Rudyatmo yang juga beragama Kristen sebagai Wakil Walikota. Akankah itu terjadi kembali di pencalonannya sebagai Presiden RI 2014 ini?
Sumber
0 comments: