July 9, 2014

Segi-Segi Kehidupan K.H. E. Abdurrahman edisi 1

K.H. E. Abdurrahman
Oleh: Dadan Wildan Anas, M.Hum.

Bagi sebagian kalangan, salah satu tokoh Persis ini memang jarang dibicarakan. Ya, K.H. E. Abdurrahman turut mengisi daftar nama salah satu tokoh besar organisasi Islam Persis (Persatuan Islam). Mari kita simak mengenai segi kehidupannya.

Menurut Fauzi Nurwahid dalam skripsinya yang berjudul K.H..E. Abdurrahman; Perannya dalam Organisasi Persatuan Islam (1988) K.H. E. Abdurrahman dilahirkan di Kampung Pasarean, Desa Bojong Herang, Kabupaten Cianjur pada hari Rabu 12 Juni 1912 (26 Jumadi Tsaniah 1330 H). Ia merupakan putera tertua dari 11 bersaudara. Ayahnya bernama Ghazali, seorang penjahit pakaian, dan ibunya bernama Hafsah, seorang pengrajin batik.

Pada usia 7-8 tahun, E. Abdrurrahman telah hatam Alquran dan pada usia ini pula ia mulai meniti jenjang pendidikan dengan memasudi madrasah Nahdlatul Ulama Al-lanah Cianjur (1919-1926). Di madrasah inilah penguasaan bahasa Arab dan ilmu alatnya semakin mantap. Selesai menamatkan pelajaran di madrasah Al-lanah, E. Abdurrahman pergi ke Bandung atas permintaan Tuan Swarha (Hasan Wiratmana) untuk mengajar di madrasah Nahdlatul Ulama Al-lanah Bandung (1928 – 1930). Sekitar tahun 1930, atas permintaan tuan Alkatiri, seorang tuan kaya di Bandung, ia diminta untuk memberikan bimbingan agama kepada putera-puteranya. Selain itu, Tuan Alkatiri pun mendirikan Majelis Pendidikan Diniyah Islam (MPDI) di Gg. Ence Azis No. 12/10 Kebon Jati Bandung yang menyelenggarakan pendidikan agama bagi anak-anak pada pagi hari. E. Abdurrahman diberi tugas mengelola MPDI bersama-sama dengan sahabatnya O. Qomaruddin Saleh yang juga mengelola madrasah Al-Hikmah di Rancabali Padalarang.

Tahun 1933, E. Abdurrahman menikah dengan Komara dari keluarga Asyikin seorang ningrat Cianjur dan dikaruniai 13 orang anak; lima putera dan delapan puteri. Dalam perjalanan hidupnya, E. Abdurrahman telah melakukan perjalanan haji dua kali, tahun 1956 bersama-sama Isa Anshary, A. Hassan, Tamar Djaja, Emzita, dan Tamim beserta rombongan 40 orang, dan pada tahun 1981 membimbing jamaah haji Persis berjumlah 89 orang.

K.H. E. Abdurrahman dikenal sebagai seorang yang tawadhu, seorang ulama besar, ahli hukum, namun tidak ingin disanjung, sehingga tidak banyak dikenal umum. Ia sangat menghargai waktu, waktunya dihabiskan untuk menelaah kitab-kitab, mengajar di pesantren, dan hampir setiap malam mengisi berbagai pengajian.

Ulama besar ini, jika dilihat dari latar belakang pendidikannya hanyalah lulusan madrasah Al-Ianah Cianjur, namun kegigihannya dalam membuka cakrawala ilmu tidaklah terbatas pada jenjang pendidikan formal, ia mencoba memahami berbagai bahasa, khususnya bahasa Arab, Inggris, dan Belanda ia kuasai. Cakrawala keilmuwannya terbuka luas, dengan berlangganan surat kabar Sipatahoenan, Kompas, dan Pikiran Rakyat, juga surat kabar berbahasa Inggris "The Indonesia Observer", disamping selalu mendapat kiriman majalah-majalah berbahasa Arab dari Saudi Arabia dan Mesir. Keseriusannya menelaah kitab-kitab telah merupakan bagian kehidupannya. Perbendaharaan kitabnya yang begitu banyak dan keseriusan mengkajinya, merupakan faktor penunjang dalam membentuk dirinya sebagai ulama. Keahliannya meliputi berbagai bidang ilmu, antara lain teologi, syariah, ilmu tafsir, ilmu hadist, fiqih, ushul fiqh, dan ilmu hisab. Dengan ilmu yang dikuasainya, meski tidak pernah mengenyam pendidikan di perguruan tinggi, namun ia diangkat menjadi dosen UNISBA tahun 1959, dan tahun 1967 sebagai dosen FKIT IKIP Bandung.

Muhammad Natsir (Fauzi Nur Wahid, 1988:74), memberikan penilaian bahwa E. Abdurrahman mempunyai kelebihan dalam kecermatannya menetapkan hukum dari ijtihadnya, dengan landasan dalil yang selalu kuat dan dapat dipertanggungjawabkan. Ulama seperti ini termasuk langka, bahkan jarang ditemui di luar negeri sekali pun.

Sosok E. Abdurrahman menunjukan orang yang sehat, bersih, dan selalu rapi dalam berpakaian. Apalagi jika akan selalu mengajar di pesantren, ia selalu tampil mengenakan celana panjang, berjas, dan berdasi. Hal ini ia lakukan bukan untuk disanjung dan menyombongkan diri, tetapi menghilangkan kesan yang mengatakan bahwa para ustadz di pesantren selalu berpakaian kotor, kumal dan jorok. Sikapnya senantiasa berhati-hati dalam berucap hingga tidak pernah menyakiti orang. Ia pun seorang penulis yang produktif, ia banyak menulis karangan lepas yang banyak tersebar di majalah-majalah, banyak menyusun bahan khutbah jumat, khutbah idul fitri dan idul adha. Buku-buku yang pernah disusunnya antara lain, Jihad dan Qital; Darul Islam; Ahlussunnah wal Jamaah; Dirasah Ilmu Hadis; Perbandingan Madzhab; Ahkamusyar'i; Risalah Jumat; Recik-Recik Dakwah; Sekitar Masalah Tarawih; Takbir dan Shalat Ied dilengkapi Khutbah Iedul Fitri; Hukum Kurban, Aqiqah dan Sembelihan; Petunjuk Praktis Ibadah Haji; Renungan Tarikh; Mernahkeun Hukum Dina Agama; Syiatul Aly; dan Risalah Wanita. Selain itu ia pun menulis dalam bentuk tanya jawab pada majalah Risalah dalam ruang Istifta.

Dalam perjuangannya di Persis menurut K.H.. Abdul Latief Muchtar, (1997: 12-13), K.H.. E. Abdurrahman sering berkata: "Kita harus mampu menghilangkan diri", hal ini mempunyai makna bahwa demi hidupnya pemikiran dan perjuangan untuk mempertahankan dan menegakan jam'iyyah perlu keikhlasan, berani melepaskan kepentingan pribadi untuk kepentingan jam'iyyah, dan tidak membanggakan diri terhadap jasa yang diberikan karena Allah. Dalam setiap tausiahnya, baliau selalu berkata, "Kita bukan pengikut dari generasi terdahulu, melainkan sebagai pelanjut." Hal ini mengandung makna bahwa pemikiran dan perjuangan Persis tidak taqlid, melainkan harus inovatif sesuai dengan perkembangan zaman dalam batas-batas kerangka Alquran dan Assunah. Sementara dalam metode dakwahnya, K.H.. E. Abdurrahman selalu menekankan bahwa, "Kita perlu mencari jelas, dan bukan mencari puas".

Pada hari Kamis, tanggal 21 April 1983, K.H..E. Abdurrahman meninggal dunia di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung karena penyakit asma yang dideritanya. Insya Allah Bersambung...

0 comments: