SEBAGAI sosok ulama pejuang penegak Al-Quran dan sunnah, Gerakan Tajdid Ahmad Hassan memiliki integritas dan pandangan yang kukuh terhadap hukum-hukum yang diyakininya berdasarkan Al-Quran dan sunnah. Meskipun, keyakinannya itu akhirnya menimbulkan kontroversial pada masanya. Namun, Ahmad Hassan telah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam gerakan pembaruan Islam di Indonesia pada awal abad ke-20.
Ulama besar yang dikenal dengan Ahmad Hassan Bandung (ketika masih bermukim di Bandung) atau Ahmad Hassan Bangil (sejak bermukim di Bangil) ini telah menorehkan sejarah baru dalam gerakan pemurnian ajaran Islam di Indonesia dengan ketegasan, keberanian, dan kegigihannya menegakkan Al-Quran dan sunnah secara konsekuen. Terkadang, orang menganggap pemikirannya terlalu radikal.
Selain menulis buku-buku, menerbitkan majalah-majalah, menyusun tafsir Al-Quran pertama di Indonesia, dan mendidik para santri, ia pun banyak melahirkan tokoh ulama besar hasil didikannya, antara lain Mohammad Natsir, KHM Isa Anshary, KHE Abdurrahman, dan KH Rusyad Nurdin.
Dalam buku Yang Dai Yang Politikus: Hayat dan Perjuangan Lima Tokoh Persiskarya Dadan Wildan, disebutkan bahwa Ahmad Hassan juga memberikan andil besar terhadap pemikiran keislaman Presiden Republik Indonesia pertama, Soekarno.
Kepada Ahmad Hassanlah, dalam pembuangannya di Ende, Flores (NTT), Bung Karno meminta buku-buku dan majalah-majalah karya Ahmad Hassan, sebagai pengisi roh batiniahnya yang haus akan keislaman. Dari Ahmad Hassanlah ‘api Islam’ Bung Karno menyala.
Melalui gerakan Persis, Ahmad Hassan menyebarkan ide-ide pembaruannya. Ia menyadari betul bahwa pemikirannya harus dituangkan dalam sebuah gerakan agar bisa berkembang secara efektif. Bahkan, ia berhasil membawa organisasi ini menjadi sebuah gerakan islah.
Dengan menggabungkan watak Ahmad Hassan yang tajam dalam berpikir dan ciri Persis yang tegas, organisasi ini tumbuh sebagai sebuah gerakan tajdid yang cepat meluas. Ahmad Hassan telah membawa Persis menjadi organisasi pembaruan yang terkenal tegas dalam masalah-masalah fiqhiyyah. Di tangannya pula, Persis tampil dengan corak dan warna baru dalam gerakan pembaruan pemikiran Islam di Indonesia.
Kiprah Ahmad Hassan dalam organisasi Persis, sejalan dengan ‘program jihad’jam’iyyah yang ditujukan untuk penyebaran ajaran Islam yang kaffah, yakni menegakkan Al-Quran dan sunnah. Hal ini ia lakukan dengan berbagai aktivitas, antara lain dengan mengadakan tabligh-tabligh, menyelenggarakan kursus pendidikan Islam bagi generasi muda, mendirikan pesantren, menerbitkan berbagai buku, majalah, dan selebaran-selebaran lainnya.
Dalam bidang pendidikan, misalnya, Persis sejak tahun 1924 menyelenggarakan kelas pendidikan akidah dan ibadah bagi orang dewasa yang kemudian berkembang cepat dengan masuknya Ahmad Hassan pada tahun 1926.
Demikian pula, dalam bidang penerbitan, banyak dicetak buku dan majalah, terutama yang memuat tulisan-tulisan Ahmad Hassan. Penerbitan buku dan majalah ini lebih banyak atas usahanya sendiri; dari menulis, mencetak, sampai memasarkannya. Penerbitan inilah yang menyebabkan luasnya daerah penyebaran pemikiran Ahmad Hassan yang identik dengan pemikiran Persis.
Selain itu, kegiatan tabligh dan dakwah menjadi ujung tombak penyebaran paham Al-Quran-sunnah yang dilaksanakan di berbagai tempat. Dalam aktivitas tabligh ini, Ahmad Hassan lebih senang melakukannya dengan metode diskusi dan dialog. Karena itu, perdebatan sengit tentang berbagai masalah keagamaan sering kali digelar. Terutama terkait persoalan agama yang tidak ada dasarnya dalam Al-Quran dan sunnah.
Pada masa itu, persoalan ini sangat hangat diperbincangkan. Di antaranya, masalahtalqin, tahlil, talafudzh niyyat, bid’ah, khurafat, dan taklid. Meskipun terkadang debat yang digelar Persis ini berlangsung ‘sangat keras’, pengaruhnya cukup baik, yakni munculnya pemikiran kritis dalam menghancurkan taklid dan kejumudan di kalangan umat Islam.
Sebagai salah seorang yang berperan besar dalam organisasi Persis, Ahmad Hassan mencurahkan berbagai pandangannya tentang agama, antara lain tentang sumber hukum Islam ( ijtihad, ittiba‘, taklid, bid’ah ) dan paham kebangsaan.
Kiprah Gerakan Tajdid Ahmad Hassan dalam menyebarluaskan pandangan-pandangannya ini ia lakukan hingga mengembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Karangmenjangan (sekarang RS Dr Soetomo) Surabaya pada hari Senin, 10 November 1958. Sepanjang hidupnya, Ahmad Hassan banyak menulis karya, baik dalam bidang fikih, usul fikih, tasawuf, maupun akidah. Tak kurang dari 50 buah buku yang berhasil ditulisnya dalam upaya membuka pencerahan pemikiran umat Islam.
0 comments: